Ronald Tannur, Anak Politikus DPR RI Dibebaskan dari Kasus Pembunuhan Dini – Liputan Online Indonesia

 liputanbangsa.com – Mejelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya membebaskan Gregorius Ronald Tannur (31) dari dakwaan pembunuhan dan penganiayaan hingga menewaskan seorang perempuan Dini Sera Afriyanti (29).

Ronald yang merupakan anak dari anggota DPR RI Partai PKB, Edward Tannur ini, dianggap tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pembunuhan maupun penganiayaan yang menyebabkan tewasnya korban.

“Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana dalam dakwaan pertama Pasal 338 KUHP atau kedua Pasal 351 ayat (3) KUHP Atau ketiga Pasal 359 KUHP dan 351 ayat (1) KUHP,” kata Ketua Majelis Hakim Erintuah Damanik saat membacakan putusan, di PN Surabaya, Rabu (24/7).
Hakim juga menilai, Ronnald dianggap masih berupaya melakukan pertolongan terhadap korban di saat masa-masa kritis.

Hal itu dibuktikan dengan terdakwa yang sempat membawa korban ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan.

“Membebaskan terdakwa dari segala dakwaan jaksa penuntut umum di atas,” ucapnya.

Hakim pun menegaskan, agar jaksa penuntut umum segera membebaskan terdakwa dari tahanan, segera setelah putusan dibacakan.

“Memerintahkan untuk membebaskan terdakwa segera setelah putusan ini dibacakan, memulihkan hak-hak terdakwa dan memulihkan martabatnya,” lanjut hakim.

Mendengar vonis bebas ini, terdakwa Ronald pun langsung menangis. Ia menyebut, bahwa putusan hakim itu dianggapnya sudah cukup adil.


“Enggak apa-apa, yang penting tuhan yang membuktikan. Yang penting tuhan membuktikan yang benar,” kata Ronald sambil meninggalkan ruang sidang.

Selanjutnya Ronald akan berkonsultasi dengan penasihat hukumnya, untuk menentukan langkah selanjutnya, mengingat ia sudah menjalani masa tahanan.

“Nanti saya serahkan pada kuasa hukum saya,” ungkapnya.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ahmad Muzzaki menuntut Ronald selama 12 tahun penjara.

Terdakwa dituntut lantaran dianggap terbukti dalam dakwaan pertama yakni Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan.

Diketahui, Dini Sera Afriyanti (29), tewas usai dugem bersama kekasihnya Gregorius Ronald Tannur di salah satu tempat hiburan malam yang ada di Jalan Mayjen Jonosewejo, Lakarsantri, Surabaya pada Rabu (4/10) malam.

Ronald Tannur didakwa melakukan pembunuhan terhadap teman perempuannya.

JPU menerapkan pasal berlapis dalam dakwaannya, selain Pasal 338, perbuatan Ronald juga terancam Pasal 351 ayat (3) KUHP tentang perbuatan penganiayaan yang menyebabkan kematian, dan atau ketiga Pasal 359 KUHP tentang kelalaian dan 351 ayat (1) KUHP soal penganiayaan berat.

Jaksa mengatakan Ronald dan teman-temannya mulanya berkaraoke dan meminum minuman beralkohol. Namun, ketika akan pulang terdakwa dan korban terlibat cekcok.

“Pada saat di depan lift untuk turun ke parkiran mobil terjadi cekcok antara korban DSA dengan terdakwa. Kemudian saat di dalam lift korban menampar terdakwa lalu terdakwa mencekik leher korban,” ujarnya.

Ronald kemudian menendang kaki kiri DSA sehingga korban terjatuh di dalam lift.

Lalu perempuan asal Jawa Barat itu menarik baju pelaku yang membuatnya langsung memukul DSA di bagian kepala menggunakan botol Tequilla.

Sesampainya di basement, DSA dan Ronald kembali cekcok. Mereka berdebat siapa yang lebih dulu memukul.

Keduanya kemudian masuk lagi ke Blackhole KTV untuk menanyakan rekaman CCTV.

Karena tak mendapat rekaman itu, keduanya kemudian turun kembali ke basement lokasi parkir. Korban DSA kemudian duduk selonjor di kiri luar mobil sambil memainkan ponselnya sedangkan Ronald langsung masuk ke bagian kursi kemudi.

“Terdakwa melihat korban DSA sedang duduk selonjor di sebelah kiri mobil bagian pintu depan lalu terdakwa langsung masuk ke mobil Innova bagian pengemudi, dan ketika terdakwa sudah di dalam mobil menanyakan kepada korban ‘mau pulang atau tidak?’. Tetapi karena tidak ada respons atau jawaban dari korban membuat terdakwa semakin kesal dan emosi, sehingga terdakwa sengaja langsung menjalankan mobil Innova-nya ke arah kanan,” ujarnya.

“Di mana saat itu, Ronald mengetahui posisi korban sedang bersandar di mobil sebelah kiri. Seharusnya terdakwa dapat mengetahui akibat perbuatannya apabila terdakwa menjalankan mobilnya belok kearah kanan dengan posisi korban DSA bersandar di badan mobil akan membuat tubuh korban ikut bergerak mengikuti laju mobil, namun karena merasa kesal dan emosi, terdakwa tetap menjalankan mobilnya sehingga mobil yang dikemudikan Terdakwa melindas korban DSA,” tambahnya.

Selanjutnya setelah dia merasakan sesuatu terjadi pada mobilnya, Ronald pun turun dari mobil dan melihat korban sudah tergeletak. Seorang saksi lain kemudian memberitahu security di tempat itu bahwa ada perempuan yang tergeletak.

“Saksi [security] FH dan AS menanyakan kepada terdakwa apakah kenal dengan korban DSA lalu dijawab terdakwa ‘tidak kenal’,” kata jaksa.

Ronald lalu mengangkat korban yang sudah tak sadarkan diri ke bagasi baris belakang mobil Innova miliknya. Ia kemudian berangkat menuju Apartemen Orchad tempat korban tinggal.

Seorang teman korban kemudian berinisiatif membawa korban ke Rumah Sakit National Hospital menggunakan mobil Ronald.

Di sanalah korban diketahui sudah tidak bernyawa. Dokter yang memeriksa korban kemudian menyatakan kematian korban tidak wajar.

“Dokter menyarankan kepada pengantar korban DSA agar dibawa IKF (Instalasi Kedokteran Forensik) RSUD dr Soetomo karena termasuk dalam kategori kematian yang tidak wajar,” ujar jaksa.

Berdasarkan pemeriksaan dan autopsi tim dokter RSUD dr Soetomo terhadap DSA. Pada pemeriksaan luar ditemukan, pelebaran pembuluh darah pada selaput lender kelopak mata dan selaput keras bola mata.

Kemudian luka lecet pada dada, perut, lengan atas kiri, tungkai atas kanan dan kiri, tungkai bawah kiri akibat kekerasan tumpul.

Lalu, luka memar pada kepala, telinga kiri, leher, dada, perut, punggung, anggota gerak atas kanan, lengan atas kiri dan tungkai atas kiri akibat kekerasan tumpul.

“Pada pemeriksaan tambahan ditemukan alkohol pada lambung dan darah. Pelebaran pembuluh darah pada otak besar, hati, ginjal kanan dan ginjal kiri. Perdarahan pada tempat pertukaran udara paru kanan bawah dan paru kiri atas. Sebab kematian karena luka robek majemuk pada organ hati akibat kekerasan tumpul sehingga terjadi perdarahan hebat,” kata jaksa.

 

(ar/lb)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *