Arti Sanksi Peringatan Keras DKPP untuk KPU, Ini Penjelasannya! – Liputan Online Indonesia

JAKARTA, liputanbangsa.comDewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memberikan sanksi peringatan keras kepada Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari dan enam anggotanya.

Sanksi diberikan lantaran KPU menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden (cawapres) di Pilpres 2024 tanpa mengubah PKPU terlebih dahulu terkait syarat usia capres cawapres usai keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi nomor 90 tahun 2023.

Pemberian sanksi dibacakan oleh Ketua DKPP RI Heddy Lugito dalam sidang 135-PKE-DKPP/XXI/2023, 136-PKE-DKPP/XXI/2023, 137-PKE-DKPP/XXI/2024, dan 141-PKE-DKPP/XXI/2023.

Semua perkara tersebut mempersoalkan pendaftaran Gibran sebagai cawapres.

“Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy’ari selaku teradu satu, selaku ketua merangkap Anggota Komisi Pemilihan Umum berlaku sejak keputusan ini dibacakan,” kata Heddy pada, Senin (5/2).

DKPP menyatakan Ketua KPU dan enam anggotanya, yaitu Yulianto Sudrajat, August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Idham Holik, Muhammad Afifuddin, dan Parsadaan Harahap telah melanggar beberapa pasal dalam Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Penyelenggara Pemilu.

Beberapa pasal yang dilanggar di dalam Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 itu yakni Pasal 11 huruf a dan huruf c, Pasal 15 huruf c serta Pasal 19 huruf a.

Pasal 11 huruf a berbunyi:

“Dalam melaksanakan prinsip berkepastian hukum, Penyelenggara Pemilu bersikap dan bertindak: melakukan tindakan dalam rangka penyelenggaraan Pemilu yang secara tegas diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan”

Huruf c berbunyi:

“…melakukan tindakan dalam rangka penyelenggaraan Pemilu, dan menaati prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan”

Pasal 15 huruf c berbunyi:

“Dalam melaksanakan prinsip profesional, Penyelenggara Pemilu bersikap dan bertindak: melaksanakan tugas sesuai jabatan dan kewenangan yang didasarkan pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, undang-undang, peraturan perundang-undangan, dan keputusan yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pemilu;”

Adapun Pasal 19 huruf a:

“Dalam melaksanakan prinsip kepentingan umum, Penyelenggara Pemilu bersikap dan bertindak: menjunjung tinggi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan peraturan perundang-undangan;”

 

Apa Arti Peringatan Keras yang Diberikan DKPP ke KPU?

Dikutip laman DKPP, peringatan keras merupakan salah satu sistem sanksi etika yang bisa dilakukan oleh DKPP pada terlapor yang terbukti melakukan pelanggaran dalam kebijakan pemilu.

Terdapat dua mekanisme yang bisa dipilih oleh DKPP dalam pemberian sanksi etik, yakni sanksi yang bersifat membina atau mendidik dan sanksi yang bersifat berat.

Peringatan keras termasuk pada sanksi yang bersifat membina atau mendidik.

Meski begitu, peringatan keras merupakan bentuk paling berat dari sanksi yang bersifat membina atau mendidik. Karena sanksinya tertulis, terdokumentasi, dan tersebar secara terbuka untuk khalayak yang luas.

Sanksi yang paling ringan dari sanksi yang bersifat membina atau mendidik adalah hanya berupa peringatan atau teguran.

Selain itu, terdapat pula kategori sanksi yang bersifat berat. Sanksi dalam kategori ini berbentuk pemberhentian pelanggar baik sementara maupun tetap.

Sanksi tipe ini ditujukan untuk pembersihan nama baik institusi serta menjaga kepercayaan masyarakat.

Kendati demikian DKPP menegaskan putusan terkait pelanggaran etik tersebut tak mempengaruhi penetapan pencalonan Gibran Rakabuming Raka.

“Enggak terdampak putusan DKPP.  Ini kan murni putusan etik enggak ada kaitannya dengan pencalonan. Enggak ada,” kata Heddy.

“Enggak ada kaitannya dengan pencalonan juga. Ini murni soal etik. Murni soal etik penyelenggara pemilu. Jadi enggak ada kaitan,” imbuhnya.

Bukan sekali ini, sebelumnya Hasyim Asyari pernah dijatuhi peringatan keras pada oleh DKPP pada 25 Oktober 2023 lalu.

Sanksi tersebut dijatuhkan lantaran Hasyim melanggar kode etik dan pedoman penyelenggara pemilu dalam penyusunan regulasi yang mengatur cara menghitung kuota bakal calon anggota legislatif perempuan minimal 30 persen.

 

(ar/lb)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *