Bagaimana Etika dan Posisi Debt Collector di Mata Hukum Indonesia? – Liputan Online Indonesia

liputanbangsa.com Dalam benak banyak orang, debt collector adalah profesi yang sering kali diasosiasikan dengan sosok menakutkan, penuh intimidasi, dan agresif.

Pandangan tersebut tidak sepenuhnya akurat dan seringkali lebih dipengaruhi oleh stereotip dan berita viral yang menyebar di media sosial.

Memahami apa itu debt collector dan bagaimana mereka bekerja dapat memberikan gambaran yang lebih objektif tentang profesi ini.

Debt collector adalah profesi yang berkaitan dengan pengelolaan utang. Secara sederhana, debt collector bertugas untuk menagih pembayaran utang yang belum dilunasi oleh debitur.

Profesi ini memiliki aturan dan prosedur yang ketat, yang harus diikuti untuk memastikan bahwa proses penagihan dilakukan secara sah dan sesuai dengan hukum yang berlaku.

Tugas mereka tidak sekadar meminta pembayaran, tetapi juga mencakup negosiasi dan upaya penyelesaian utang dengan cara yang profesional.

Berikut ulasan lebih lanjut tentang debt collector adalah profesi yang berkaitan dengan hutang yang LiputanBangsa.com rangkum dari berbagai sumber, Kamis (5/9/2024).

 

Apa Tugas Debt Collector?

Debt collector atau penagih utang adalah profesi yang memiliki peran penting dalam sistem keuangan, khususnya dalam pengelolaan utang.

Istilah “debt collector” berasal dari bahasa Inggris, di mana “debt” berarti utang dan “collector” berarti pengumpul atau penagih.

Secara umum, debt collector adalah istilah merujuk pada individu atau kelompok yang menawarkan jasa untuk menagih utang baik dari individu maupun lembaga yang menyewa jasa mereka.

Debt collector di Indonesia berfungsi sebagai pihak ketiga yang menghubungkan kreditur (pemberi pinjaman) dan debitur (peminjam) dalam proses penagihan utang.

Kementerian Keuangan RI menjelaskan bahwa debt collector merupakan bagian dari jasa penagihan di bidang perbankan, di mana mereka bertugas untuk memastikan pembayaran utang dilakukan sesuai dengan perjanjian.

Secara historis, konsep penagihan utang sudah ada sejak ribuan tahun lalu. AH Sasongko mencatat bahwa penagihan utang telah dilakukan sejak masa lampau, termasuk penarikan pajak oleh pemerintah dan utang antar individu.

Dalam konteks modern, banyak bank atau lembaga kredit yang memiliki departemen collection untuk menangani pengembalian kredit.

Namun, karena beberapa debitur mengabaikan kewajiban mereka, seringkali kreditur memilih untuk menggunakan jasa debt collector pihak ketiga.

Penggunaan debt collector oleh kreditur seringkali dipilih karena alasan efisiensi biaya dan waktu. Menurut Gustara dan Ariawan, proses hukum untuk penagihan utang dapat memakan biaya yang tinggi dan waktu yang lama.

Dalam banyak kasus, menyewa jasa debt collector lebih ekonomis dan memungkinkan penyelesaian utang yang lebih cepat dibandingkan melalui jalur hukum yang panjang dan kompleks.

Dalam praktiknya, debt collector harus mematuhi aturan hukum yang ketat untuk memastikan bahwa proses penagihan dilakukan dengan cara yang adil dan sah.

Meskipun terdapat berbagai stereotip negatif terkait debt collector, penting untuk memahami bahwa profesi ini memainkan peran yang penting dalam sistem keuangan dengan tujuan utama untuk menyelesaikan kewajiban utang dengan cara yang efisien dan teratur.

Posisi Debt Collector di Mata Hukum

Meskipun belum ada peraturan spesifik dari OJK mengenai debt collector, beberapa peraturan mengatur aktivitas ini, terutama dalam konteks penagihan utang.

Salah satu peraturan penting adalah Surat Edaran Bank Indonesia (SE BI) Nomor 14/17/DASP Tahun 2012 yang khusus mengatur penagihan utang kartu kredit. SE BI ini menetapkan beberapa ketentuan penting.

Kriteria Penagihan

Debt collector hanya boleh menagih utang yang telah melewati batas waktu pembayaran lebih dari 6 bulan (keterlambatan lebih dari 6 bulan) dan telah dikategorikan sebagai utang macet.

Standar Kualitas

Proses penagihan harus mematuhi standar kualitas yang ditetapkan oleh bank, memastikan bahwa penagihan dilakukan dengan cara yang sesuai dan profesional.

Pelatihan dan Identitas

Debt collector harus memiliki pelatihan yang memadai dan identitas mereka harus jelas serta diadministrasikan oleh bank untuk memastikan keabsahan dan kredibilitas mereka.

Selain SE BI, ada beberapa peraturan lain yang relevan, berikut diantaranya.

Peraturan Bank Indonesia (PBI) 23/2021

Mengharuskan penyedia jasa pembayaran, termasuk debt collector, untuk memastikan bahwa penagihan utang dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Peraturan OJK (POJK) 35/2018

Menyebutkan bahwa perusahaan pembiayaan dapat bekerja sama dengan pihak lain untuk penagihan, asalkan pihak tersebut adalah badan hukum, memiliki izin dari instansi berwenang, dan sumber daya manusia mereka telah tersertifikasi dalam bidang penagihan.

Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) 2009

Menegaskan bahwa penagihan kartu kredit oleh pihak ketiga harus dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan dalam perjanjian kerja sama harus ada klausula tentang tanggung jawab penerbit terhadap akibat hukum yang timbul dari kerja sama tersebut.

Etika Penagihan Hutang

Dalam praktik penagihan utang, debt collector harus mematuhi etika dan hukum yang berlaku untuk memastikan bahwa proses penagihan dilakukan dengan cara yang sah dan tidak melanggar hak-hak debitur.

Etika penagihan utang yang harus diterapkan debt collector mencakup beberapa prinsip utama yang bertujuan untuk melindungi debitur dan menjaga integritas proses penagihan.

1. Identitas Resmi

Debt collector harus selalu menggunakan identitas resmi yang dikeluarkan oleh bank atau pemberi kredit, yang dilengkapi dengan foto diri. Ini bertujuan untuk memastikan bahwa debitur dapat memverifikasi keabsahan debt collector yang menghubungi mereka.

2. Tanpa Ancaman dan Kekerasan

Penagihan utang harus dilakukan tanpa ancaman, kekerasan, atau tindakan yang bersifat mempermalukan debitur. Debt collector tidak boleh menggunakan tekanan fisik atau verbal dalam proses penagihan.

3. Penagihan Hanya Kepada Debitur

Penagihan utang hanya dapat dilakukan kepada debitur itu sendiri. Menghubungi pihak lain yang tidak memiliki kewajiban utang adalah dilarang.

4. Komunikasi yang Tidak Mengganggu

Debt collector dilarang melakukan penagihan melalui sarana komunikasi secara terus-menerus yang bersifat mengganggu. Ini untuk mencegah praktik penagihan yang merugikan dan mengganggu kehidupan pribadi debitur.

5. Tempat dan Waktu Penagihan

Penagihan harus dilakukan di tempat sesuai alamat penagihan atau domisili debitur dan hanya pada pukul 08.00 hingga 20.00 waktu setempat. Penagihan di luar waktu atau tempat yang ditentukan hanya dapat dilakukan dengan persetujuan debitur.

 

Ketentuan Pidana bagi Debt Collector

Jika debt collector melanggar etika penagihan yang telah ditetapkan, mereka dapat dikenai sanksi pidana sesuai dengan hukum yang berlaku:

1. Penganiayaan

Jika penagihan dilakukan dengan kekerasan, debt collector dapat dijerat dengan Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan. Pelaku penganiayaan dapat dijatuhi pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak Rp4.500. Jika penganiayaan menyebabkan luka-luka berat, hukuman penjara dapat diperpanjang hingga lima tahun.

2. Penghinaan

Apabila debt collector menggunakan kata-kata kasar atau melakukan penghinaan di muka umum, mereka dapat dikenai sanksi berdasarkan Pasal 310 KUHP tentang penghinaan. Pasal ini mengancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak Rp 4.500.

 

(ar/lb)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *