Gunung Tangkuban Parahu Berpotensi Erupsi Freatik, Pengunjung Diimbau Waspada – Liputan Online Indonesia

BANDUNG, liputanbangsa.comPusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) di Bandung merekomendasikan kepada masyarakat dan pengunjung atau wisatawan agar tidak mendekat ke dasar kawah, berlama-lama, serta menginap di area kawasan kawah-kawah aktif di Gunung Tangkuban Parahu.

Warga juga diminta segera menjauh jika teramati ketebalan asap kawah atau tercium bau gas yang menyengat.

“Untuk menghindari potensi bahaya paparan gas beracun maupun erupsi freatik,” kata Kepala PVMBG Hendra Gunawan lewat keterangan tertulis, Rabu, 28 Februari 2024.

Waspada Erupsi Freatik Gunung Tangkuban Parahu

Menurutnya warga perlu waspada terhadap potensi bahaya berupa erupsi freatik, yaitu erupsi yang terjadi tanpa ada peningkatan gejala vulkanik yang jelas atau signifikan.

“Erupsi freatik jika terjadi, dapat disertai hujan abu dan lontaran material di sekitar kawah,” ujar Hendra.

Berdasarkan hasil evaluasi secara visual dan instrumental, tingkat aktivitas Gunung Tangkuban Parahu pada 28 Februari 2024 pukul 12.00 WIB masih pada Level I atau Normal.

Masyarakat di sekitar gunung api aktif itu diharapkan tenang, beraktivitas seperti biasa, dan tidak terpancing oleh isu tentang erupsi Gunung Tangkuban Parahu.

Dari hasil pengecekan petugas ke sekitar Kawah Ratu, Kawah Ecoma, dan Kawah Domas pada 28 Februari 2024 tidak ditemukan adanya endapan material vulkanik baru pada ketiga kawah tersebut.

Hembusan asap pada ketiga kawah tersebut tidak menunjukkan peningkatan dalam ketinggian, tekanan maupun ketebalannya.

 

Aktivitas Vulkanik Didominasi Gempa 

Menurut Hendra, aktivitas vulkanik Gunung Tangkuban Parahu pada periode Februari 2024 didominasi oleh gempa-gempa berfrekuensi rendah.

Kondisi itu mengindikasikan aktivitas pergerakan fluida di kedalaman dangkal atau dekat permukaan.

Pada Februari relatif terjadi peningkatan jumlah gempa berfrekuensi rendah dan berkorelasi dengan peningkatan intensitas curah hujan.

Peningkatan jumlah gempa itu kata Hendra, dapat terjadi karena perubahan atau akumulasi tekanan di kedalaman dangkal.

“Akibat peningkatan jumlah curah hujan yang turun,” ujarnya.

Sementara itu indikasi akumulasi tekanan dari magma dalam belum teramati, sedangkan dari hasil pemantauan deformasi dengan peralatan tiltmeter juga Electronic Distance Measurement (EDM) pada Februari belum menunjukkan adanya pola penambahan tekanan yang signifikan dari bawah permukaan terhadap respon penggembungan pada tubuh Gunung Tangkuban Perahu.

Gunung yang sekaligus lokasi tujuan wisata itu berada di wilayah Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Subang, Jawa Barat.

Memiliki sembilan kawah, dua di antaranya berada di area puncak, yaitu Kawah Ratu dan Kawah Upas.

Erupsi Gunung Tangkuban Parahu pada umumnya berupa letusan freatik dari Kawah Ratu.

Peningkatan aktivitas vulkanik Gunung Tangkuban Parahu terakhir terjadi pada 26 Juli 2019 pukul 15.48 WIB.

Erupsi di Kawah Ratu melontarkan kolom lumpur bercampur sedikit abu setinggi 200 meter dari dasar kawah dan berwarna kelabu tebal kehitaman.

 

(ar/lb)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *