Inilah Perbedaan Matahari Buatan Jepang dan Cina – Liputan Online Indonesia

liputanbangsa.com –  Reaktor fusi nuklir yang dijuluki Matahari buatan di Jepang resmi menyala pada awal Desember 2023.

Jepang menyusul keberhasilan China yang juga memiliki Matahari buatan beberapa waktu lalu.

Lantas, apa bedanya Matahari buatan milik Jepang dan China?

Matahari buatan Jepang diklaim sebagai yang terbesar di dunia.

Reaktor fusi nuklir ini JT-60SA adalah perangkat fusi yang dihasilkan dari perjanjian internasional di bidang sains antara Eropa dan Jepang, yang dikenal sebagai Broader Approach.

Perangkat ini disebut sebagai perangkat fusi paling kuat hingga saat ini, dengan menggunakan kurungan magnetik, untuk mempelajari operasi plasma.

Tujuan dari reaktor JT-60SA adalah untuk menyelidiki kelayakan fusi sebagai sumber energi bersih yang aman, berskala besar, dan bebas karbon dengan lebih banyak energi yang dihasilkan daripada yang digunakan untuk memproduksinya.

Para pakar membuat reaktor fusi nuklir ini di sebuah hanggar di kawasan Naka, utara Tokyo. Mesin setinggi enam lantai ini terdiri dari tempat “tokamak” berbentuk donat yang berisi plasma berputar dan dipanaskan hingga 200 juta derajat Celcius.

Mesin ini terdiri dari tempat “tokamak” berbentuk donat yang berisi plasma berputar dan dipanaskan hingga 200 juta derajat Celcius.

Tokamak adalah singkatan dari Toroidal’naya kameras magnitnymi katushkamiyang. Artinya, lebih kurang ruang toroidal dengan koil magnetik.

Secara sederhana, tokamak adalah sebuah mesin yang memproduksi medan magnet berbentuk torus untuk mengurung plasma.

Dalam keterangan Fusion for Energy, proyek kerja sama Eropa dan Jepang ini menghabiskan biaya di kisaran 560 juta Euro (sekitar Rp9,5 triliun) hanya untuk tahap konstruksi. Biaya tersebut dibagi antara Eropa dan Jepang.

Proyek ini dimulai pada tahun 2007 dan rampung 2020 dengan berakhirnya perakitan. Sejak saat itu, serangkaian perbaikan teknis dilakukan untuk membuka jalan bagi operasi plasma pertama yang baru saja dimulai awal Desember ini.

Sementara itu, proyek Matahari buatan China telah dimulai sejak 2006, bernama Experimental Advanced Superconducting Tokamak (EAST).

Matahari bernama HL-2M Tokamak ini adalah penelitian eksperimen nuklir terbesar dan tercanggih di dunia.

Peneliti mengklaim reaktor tersebut dapat membuka sumber energi bersih yang kuat dan ramah lingkungan.

Cara ini diklaim akan menciptakan energi yang lebih bersih dan lebih aman daripada reaktor nuklir biasa.

Matahari bereaktor nuklir ini menggunakan medan magnet untuk memadukan plasma panas dan dapat mencapai suhu lebih dari 150 juta derajat Celcius. Suhu itu 10 kali lebih panas dibandingkan inti Matahari.

Proyek ini menghasilkan beberapa lompatan pada beberapa tahun ke belakang, di antaranya berhasil menyala selama 17 menit atau 1.056 detik pada 2022.

Matahari buatan ini melibatkan ilmuwan dari 35 negara, yang seperti Matahari buatan Jepang, bertujuan untuk menghasilkan sumber energi baru menggunakan fusi nuklir.

Untuk dapat mewujudkan proyek ini, China bekerja sama dengan sejumlah negara antara lain Amerika Serikat, Uni-Eropa, Rusia, Jepang, India, dan Korsel.

Proyek ini berhasil diselesaikan pada akhir 2019 dan terletak di provinsi Sichuan barat daya.

EAST sendiri disebut menggunakan medan magnet dan dipadukan dengan plasma panas sehingga suhu yang dihasilkan mencapai lebih dari 150 juta derajat Celcius.

 

(ar/lb)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *