Jelajah Wisata Kampung Batik Kauman yang Legendaris di Pekalongan – Liputan Online Indonesia

PEKALONGAN, liputanbangsa.comDikenal sebagai Kota Batik, Pekalongan memiliki sejumlah kampung batik yang eksis dari generasi ke generasi.

Salah satunya Kampung Batik Kauman yang legendaris.

Terletak di pusat Kota Pekalongan, tak sulit menemukan Kampung Batik Kauman.

Mengutip dari situs Pariwisata Kota Pekalongan, Kampung Batik Kauman sejatinya sudah eksis sejak lama.

Di sana terdapat sejumlah bangunan kuno seperti Masjid Jami yang didirikan tahun 1852, juga rumah-rumah lawas yang menjadi tempat tinggal para perajin batik.

Sama seperti namanya, Omah Lawang Songo memiliki 9 pintu. Pintu-pintu ini tersebar di bagian depan (3), bagian tengah (3), bagian tengah sisi kanan dan kiri (2), dan 1 pintu belakang.

Omah Lawang Songo merupakan peninggalan bersejarah yang menunjukkan arsitektur lintas budaya yakni Jawa, Arab, Eropa, dan China.

Pada 2018, Omah Lawang Songo digunakan sebagai Omah Kreatif. Fauzi bercerita, Omah Kreatif dibentuk sebagai wadah pengembangan kreativitas perajin dan pedagang batik di Kampung Batik Kauman.

Di sana ada workshop dan showroom bersama. Sayangnya, sejak pandemi COVID-19, rumah itu dibiarkan kosong.

Kemudian diajak untuk melihat workshop batik milik Fauzi yang letaknya tak jauh dari Omah Kreatif.

Di sanalah proses membatik, mulai dari mencanting, mewarna, meluluhkan lilin, hingga mengeringkan batik dilakukan.

“Batik ini sudah tiga generasi,” kata Fauzi.

Dia melanjutkan usaha batik dari kakek dan orang tuanya. Bagi Fauzi, membuat batik bukan sekadar bisnis atau menyalurkan hasrat berkesenian.

Lebih dari itu, Fauzi merasa memiliki tanggung jawab sosial dan budaya.

“Kita punya semacam tanggung jawab meneruskan warisan dari leluhur kita. Sayang banget kalau yang ditinggalkan leluhur itu tidak dilanjutkan. Itu akan menjadi kesalahan generasi berikutnya,” ujarnya.

Kendati usaha batiknya masih berjalan, Fauzi memiliki kekhawatiran terhadap kelestarian batik Pekalongan.

Terutama di Kampung Batik Kauman, tidak ada anak muda yang tertarik menjadi perajin batik.

Anak-anak muda di sana lebih tertarik untuk bekerja ke kota lain. Saat ini, bekerja di pabrik rokok dianggap lebih menjanjikan daripada membuat batik.

“Mudah-mudahan terutama generasi muda, saya harap lebih mencintai batik, ikut punya keinginan dan tanggung jawab meneruskan heritage leluhur. Jadi batik tetap lestari sampai nggak ada endingnya,” ujar dia.

 

(ar/lb)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *