Kemenag Buka Suara Soal Penetapan Awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah – Liputan Online Indonesia

Tentukan Awal Ramadhan 2023, Kemenag Jateng Pantau Hilal di 18 TitikTentukan Awal Ramadhan 2023, Kemenag Jateng Pantau Hilal di 18 Titik . Foto: dok.khazanah.republika.co.id

JAKARTA, liputanbangsa.comPenetapan hari besar Islam kerap diawali sidang isbat, terutama pada hari-hari tertentu, seperti Ramadhan, Syawal, Dzulhijjah.

Sistem penetapan dengan sidang Isbat ini sudah berlangsung sejak dekade 1950-an.

Dikutip laman Kementerian Agama (Kemenag), soal sidang Isbat dikuatkan oleh fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan Keputusan Fatwa Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penetapan Awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah.

Salah satu isi fatwa itu memutuskan penetapan awal Ramadhan, Syawal, dan Zulhijjah dilakukan berdasarkan metode rukyah dan hisab oleh Pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag).

Adib selaku Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah (Urais-Binsyar) Ditjen Bimas Islam menjelaskan, sidang isbat penting dilakukan karena Indonesia bukan negara agama dan juga bukan negara sekuler.

Indonesia tidak bisa menyerahkan urusan agama sepenuhnya kepada orang per orang atau golongan.

Sidang isbat penting dilakukan karena ada banyak organisasi kemasyarakatan (Ormas) Islam di Indonesia.

Setiap ormas memiliki metode dan standar masing-masing dalam penetapan awal hijriyah. Dengan beragam metode itu tentu banyak pandangan soal awal bulan hijriah.

“Sidang isbat dibutuhkan sebagai forum bersama mengambil keputusan. Ini diperlukan sebagai bentuk kehadiran negara dalam memberikan acuan bagi umat Islam untuk mengawali puasa Ramadhan dan berlebaran,” ujar Adib di Jakarta pada Jumat (8/3).

Dalam prosesnya, sidang isbat menjadi forum musyawarah para ulama, pakar astronomi, ahli ilmu falak dari berbagai ormas Islam, termasuk instansi terkait dalam menentukan awal bulan Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah.

Sidang itu biasanya dihadiri juga duta besar negara sahabat, Komisi VIII DPR, perwakilan Mahkamah Agung (MA), Majelis Ulama Indonesia (MUI), Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Badan Informasi Geospasial (BIG), Perwakilan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Bosscha Institut Teknologi Bandung (ITB), Planetarium Jakarta, pakar Falak dari ormas-ormas Islam, Anggota Tim Hisab Rukyat Kementerian Agama, dan Pimpinan Organisasi Kemasyarakatan Islam dan Pondok Pesantren.

“Hasil musyawarah dalam sidang isbat ditetapkan oleh Menteri Agama agar mendapatkan kekuatan hukum. Jadi bukan pemerintah yang menentukan jatuhnya awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah. Pemerintah hanya menetapkan hasil musyawarah para pihak yang terlibat dalam sidang isbat,” sebut Adib.

Adib menegaskan, sidang isbat penetapan awal Ramadhan, Syawal, dan Zulhijjah, bukan hanya dilakukan Indonesia.

Negara-negara Arab juga melakukan isbat setelah mendapatkan laporan rukyat dari lembaga resmi pemerintah atau perseorangan yang sudah terverifikasi dan dinyatakan sah oleh Majelis Hakim Tingginya.

“Inilah yang menjadi nilai lebih bahwa keputusan diambil bersama, nilai-nilai demokrasi sangat tampak dengan kehadiran seluruh ormas yang hadir pada saat sidang isbat,” tegas Adib.

Adib menegaskan, peran pemerintah dalam proses sidang isbat adalah fasilitator ormas Islam dan para pihak untuk bermusyawarah.

Hasil sidang isbat kemudian diterbitkan dalam bentuk Keputusan Menteri Agama agar mempunyai kekuatan hukum yang dapat dipedomani masyarakat.

“Sidang isbat mengingatkan kita semua akan pentingnya menyatukan langkah dalam menjalankan ibadah dan memperkuat hubungan bersama dengan Allah, dengan tetap mengedepankan toleransi dan sikap saling menghormati atas beragam keputusan yang ada,” tandasnya.

 

(ar/lb)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *