Lama Mengering, Selokan Mataram Masa Jepang Kembali Mengalir – Liputan Online Indonesia

YOGYAKARTA, liputanbangsa.comSelokan Mataram yang membentang dari Kali Progo hingga Kali Opak yang membelah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIJ) kembali dialiri air setelah lama mengering.

Saluran air yang dibangun masa pendudukan Jepang di Yogyakarta dialiri air dengan debit yang kecil oleh Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak (BBWSSO) per Rabu (1/11).

Hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya kebocoran sepanjang Selokan Mataram.

Pembukaan aliran air Selokan Mataram direncanakan hanya dilakukan pada jam kerja, yaitu sekitar pukul 8.00-9.00 WIB.

Kembalinya aliran saluran yang digunakan sebagai irigasi pertanian diabadikan oleh akun Twitter atau X @merapi_uncover, Kamis (2/11) malam.

Netizen menyayangkan dengan aliran Selokan Mataram yang turut membawa berbagai sampah.

Alhamdulillah, tapi Sampaheee,” ungkap akun X @Heyona.

Selokan Mataram Merekam Cerita Cerdik Sultan Jogjakarta

Selokan sepanjang 30,8 ini merupakan hasil diplomasi Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Sultan Keraton Yogyakarta dengan Pemerintah Jepang.

Diplomasi tersebut dilakukan untuk menyelamatkan rakyat Yogyakarta dari kerja paksa romusha.

Sultan beralasan, pembangunan Selokan Mataram dapat menunjang lebih banyak hasil bumi, sehingga penduduk Yogyakarta tidak mengalami kelaparan dan romusha. Namun, ribuan penduduk diharuskan mengerjakan saluran air dengan sukarela.

Pengerjaan saluran yang dimanfaatkan sebagai irigasi hingga saat ini, dimulai pada 1944 dengan didanai oleh Jepang.

Berdasarkan data yang dimiliki Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) DIJ, didanai sebesar 1,6 juta gulden serta melibatkan lebih dari 1,2 juta buruh yang diberi upah, dan 68 ribu pekerja sukarela.

Saluran air hasil diplomasi Sultan Keraton Yogyakarta dengan Jepang ini, dahulu disebut dengan Kali Malang.

Penyebutan itu bertujuan menghalang-halangi rakyat Yogyakarta dibawa Jepang untuk kerja paksa.

Sejarawan Universitas Gadjah Mada (UGM), Sri Margono, membenarkan langkah Sri Sultan Hamengku Buwono IX untuk membangun Selokan Mataram yang dapat menunjang pertanian di Yogyakarta.

Menurutnya, kontur tanah di Jogjakarta bergantung pada aliran sungai dan hujan, sehingga aliran dari sungai yang berhulu di Gunung Merapi harus dibendung.

Inilah yang dilakukan pada Selokan Mataram.

 

(ar/lb)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *