Lontong Cap Gomeh, Makanan Akulturasi Dua Budaya yang Hanya Ada di Indonesia! – Liputan Online Indonesia

Lontong Cap Gomeh, Makanan Akulturasi Dua Budaya yang Hanya Ada di Indonesia! - Liputan Online Indonesia. Foto : Getty Image

Liputanbangsa.com – Lontong Cap Go Meh menjadi salah satu hidangan khas perayaan Cap Go Meh di Indonesia. Meski jika dilihat makanan ini, sama sekali tidak terlihat unsur Tionghoa. Namun kenyataannya, sajian ini merupakan hasil dari akulturasi dua budaya yang memiliki makna.

Cap Go Meh sendiri berasal dari bahasa Hokkien, di mana cap go berarti ‘lima belas’ dan meh bermakna ‘malam’. Jadi, secara harfiah, Cap Go Meh artinya ‘malam ke-15’.

Cap Go Meh dimaknai sebagai perayaan yang dilakukan pada malam ke-15 kalender China sekaligus menjadi puncak hari raya Tahun Baru Imlek. Juga dikenal sebagai Lantern Festival atau Festival Lampion/Lentera, perayaan ini bertepatan dengan malam di mana bulan purnama muncul.

Saat acara ini berlangsung, ada banyak kegiatan yang dilakukan, salah satunya adalah dengan makan bersama keluarga. Hidangan yang disajikan tentu banyak, mulai dari kue keranjang, wedang ronde, dan pastinya lontong.

Sajian lontong mungkin terdengar biasa-biasa saja. Namun, tahukah kamu? Ternyata, lontong Cap Go Meh hanya ada di Indonesia, lo! Di negara asalnya sana, China, kamu tidak akan menemukan makanan ini.

Nah, berikut merupakan sejarah singkat dari makanan khas Cap Go Meh yang satu ini dan maknanya.

Sejarah Lontong Cap Go Meh

Kemunculan hidangan ini tak terlepas dari asal mula etnis Tionghoa tiba di Nusantara. Kurniawan (2016) dalam Multikulturalisme Lontong Cap Go Meh menyebutkan, gagal panen yang disebabkan oleh bencana kekeringan dan banjir bandang menjadi salah satu faktor pendorong migrasi nenek moyang orang China ke berbagai belahan dunia.

Beberapa ada yang sampai ke Nusantara. Tercatat, imigran Tionghoa pertama di Indonesia menetap di kota-kota pesisir utara Pulau Jawa. Pada saat itu, hanya kalangan laki-laki saja yang merantau ke berbagai tempat.

Singkat cerita, mereka akhirnya menikah dengan perempuan Jawa. Hasil pertalian tersebut lantas menciptakan budaya baru, yaitu Jawa-Tionghoa. Pada saat yang bersamaan, kebiasaan makan selama Cap Go Meh pun terpengaruh.

Sebagai informasi, dalam perayaan Cap Go Meh yang asli, makanan yang disantap adalah tang yuan alias wedang ronde. Namun, setelah terjadi akulturasi antara budaya Tionghoa dan Indonesia (terkhusus Jawa), wedang ronde kini “ditemani” dengan hidangan baru bernama lontong Cap Go Meh.

Mirip dengan hidangan lontong pada umumnya, makanan ini disajikan bersama opor ayam, sayur lodeh, telur pindang, hingga sambal goreng ati ampela. Sementara itu, di wilayah Indonesia lain, yaitu Jakarta, etnis Tionghoa di sana mengganti lontong dengan ketupat karena menyesuaikan dengan budaya setempat.

Dari situ, bisa dilihat bahwa lontong Cap Go Meh merupakan wujud nyata adaptasi masyarakat Tionghoa terhadap budaya Indonesia. Karena merupakan hasil pembauran budaya Tionghoa dan Jawa, lontong Cap Go Meh hanya bisa ditemukan di Indonesia saja.

Pengaruh terhadap makanan yang disantap selama Cap Go Meh. Dari situlah muncul lontong Cap Go Meh. (dian/lbi)

Bydian

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *