Memahami Green Konsep pada Bangunan Rumah – Liputan Online Indonesia

liputanbangsa.comBangunan yang baik itu tidak memberikan dampak buruk bagi lingkungan dan di sisi lain membuat penghuninya nyaman.

Untuk mewujudkannya dibutuhkan inovasi terkait desain hingga penggunaan material yang tepat sehingga kitab isa memberikan kontribusi pada penerapan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable).

Menurut Ketua Green Building Council Indonesia (GBCI) Iwan Prijanto, untuk mewujudkan pembangunan yang sustainable dibutuhkan upaya sistemik dan komprehensif serta multidisiplin yang harus dilakukan sejak penentuan dan perancangan tapak, pemilihan material bangunan, hingga merancang masa bangunan agar menghasilkan nilai tambah dan estetika.

“Penerapannya tetap dengan sumber daya konstruksi dan operasi serendah mungkin untuk memenuhi kriteria sehat, nyaman, estetik, dan ramah lingkungan. Pada ranah ini setiap setiap arsitek dan desainer harus bisa melahirkan solusi perancangan yang tidak hanya berputar di situ-situ saja tapi harus menerapkan penggunaan sumber daya yang cerdas,” ujarnya.

Principal Architect Archimetric Ivan Priatman mengatakan, transformasi menuju pembangunan yang hemat energi merupakan sebuah keniscayaan dan selama ini pembangunan baik gedung maupun infrastruktur dianggap paling besar penggunaan energi bahkan konsumsi energi bangunan bisa memakan minimal 25 persen dari total biaya operasional.

“Konsep bangunan hemat energi memang besar di awal namun dengan mendorong penghuni untuk menggunakan analisis biaya siklus, mereka bisa melihat keuntungan dari rumah yang hemat energi dalam jangka panjang baik dari biaya operasional maupun biaya pemeliharaannya,” jelasnya.

Terkait hal ini, produk material bahan bangunan atap bitumen (aspal) dan serat selulosa kayu Onduline kembali menyelenggarakan Onduline Green Roof Awards (OGRA) 2023 untuk tingkat Asia sejak awal April 2023 lalu untuk kalangan arsitek, desainer, perorangan, dan pengembang dengan penekanan untuk menghasilkan bangunan yang memiliki nilai tambah dan cocok untuk iklim tropis.

Menurut Country Director Onduline Indonesia Esther Pane, ajang OGRA 2023 Asia diselenggarakan bukan sekadar menghasilkan karya terbaik tapi untuk membangun dunia yang lebih baik dengan material ramah lingkungan yang bisa membawa dampak positif terhadap bumi.

Setiap rancangan harus menonjolkan respon atas berbagai isu lingkungan, sosial-ekonomi, dan budaya dengan tetap kontemporer dan visioner.

“Kami menekankan pada keberlanjutan sebuah bangunan dan kehidupan manusia dengan perancangan rumah tinggal yang berorientasi passive design dan clean energy. Hasilnya, rancang bangun yang responsive pada iklim lokal dan memanfaatkan energi alternatif untuk mengurangi beban biaya energi serta penggunaan material yang bersifat renewable,” katanya.

 

Proses penjurian dilakukan transparan dan fair karena tidak ditampilkan identitas peserta kepada juri.

Keempat juri yang menilai, yaitu Onduline Asia Pacific Director Olivier Guilluy, Iwan Prijanto, Ivan Priatman, dan arsitek dan perencana kota asal Filipina Felino Jun Palafox Jr. Indonesia tercatat paling banyak mengirimkan karya diikuti Filipina dan Vietnam.

Seluruh karya desain rumah yang menjadi pemenang sangat mencerminkan bangunan yang sustainable sehingga mendapatkan apresiasi dari para juri.

Top 6 karya dari Indonesia, yaitu The Green Passage karya Tobias Kea Suksmalana, Joro Ngaso karya Prayoga Arya, The Brathing House karya Sahlan, Tropicool Roof karya Dwi Nurul Ilmih, Padi Dhara karya Partogi, dan Monolith Waterfall House karya Evan Wijaya.

“Onduline merupakan atap yang ringan dengan bentuk lembaran sehingga mudah mengikuti gaya desain apapun. Sifatnya yang fleksibel, meredam suara, dan nantinya kami akan menyediakan produk dengan warna-warna cantik untuk menyesuaikan dengan desain yang eksentrik,” imbuh Esther.

 

(ar/lb)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *