Menuju Keamanan dan Kondusifitas Daerah, Pemprov Jateng Uji Publik Rancangan Perda Penanganan Konflik Sosial – Liputan Online Indonesia

COLOMADU, liputanbangsa.comPemerintah Provinsi Jawa Tengah melaksanakan Uji Publik Rancangan Perda Penanganan Konflik Sosial di Ballroom Arcadia Hotel Alana, Blukukan, Kecamatan Colomadu, Kabupaten Karanganyar pada Senin, (2/10/2023).

Acara ini dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, termasuk Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Tengah, Dipl.-Ing. H. Quatly Abdulkadir Alkatiri, Ketua Komisi A DPRD Provinsi Jawa Tengah M. Saleh, ST, M. Eng, serta berbagai pihak terkait lainnya, baik dari lembaga pemerintahan, akademisi, hingga aparat keamanan.

Dalam sambutan pembukaan, Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Tengah, H. Quatly Abdulkadir Alkatiri, menekankan pentingnya penanganan konflik sosial dalam mencapai stabilitas keamanan dan kondusifitas daerah.

Beliau menyatakan bahwa konflik sosial dapat membawa dampak yang tidak baik jika tidak diselesaikan dengan baik melalui komunikasi yang efektif.

Selain itu, H. Quatly Abdulkadir Alkatiri juga menyoroti pentingnya keterlibatan masyarakat dalam proses penyusunan Rancangan Perda agar implementasinya lebih optimal.

Kemudian, Ketua Komisi A DPRD Provinsi Jawa Tengah, M. Saleh, ST, M. Eng, memberikan paparan mengenai Rancangan Perda Penanganan Konflik Sosial.

Beliau menjelaskan bahwa Raperda ini didasarkan pada UU 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial dan terdiri dari 11 bab dengan 39 pasal.

“Dalam Raperda ini, terdapat muatan lokal dan keterlibatan universitas dalam pemetaan konflik. Di Yogyakarta pemetaan konflik di buat per kecamatan dengan melibatkan akademisi,” tandasnya.

Haerudin, Kepala Badan Kesbangpol Provinsi Jawa Tengah, menyampaikan pentingnya penanganan konflik sosial sebagai bagian dari urusan pemerintahan umum yang merupakan urusan pemerintah pusat dan daerah.

Haerudin juga menyoroti peran penting Forkopimda dalam menunjang urusan pemerintahan umum dan perlunya penguatan regulasi dalam menangani konflik sosial di Jawa Tengah.

“Lima kasus konflik sosial tertinggi di Indonesia itu salah satunya ada Jawa Tengah dengan 18 kasus, maka penguatan regulasi sangat perlu dilakukan,” ujarnya.

Dalam materinya, Prof. Budi Setiyono, seorang akademisi dari Universitas Diponegoro, menyarankan perlunya memasukkan Permendagri 42 tahun 2015 dalam Raperda Penanganan Konflik.

Ia juga mengingatkan bahwa penyelesaian konflik harus melibatkan masyarakat secara aktif, sementara pemerintah berperan sebagai fasilitator.

Selain itu, definisi konflik dalam Raperda perlu diperjelas sesuai dengan perkembangan masyarakat saat ini.

Setelah paparan dari narasumber, acara dilanjutkan dengan sesi tanya jawab, di mana berbagai pihak seperti Dinsos Provinsi Jawa Tengah, FKDM, dan Kesbangpol Kabupaten/Kota memberikan masukan dan pertanyaan terkait Raperda ini.

Mereka menekankan pentingnya aplikabilitas peraturan di masyarakat, peran FKDM, evaluasi dan pelaporan dalam Peraturan Daerah, serta hak-hak korban yang perlu dimasukkan dalam Raperda.

Uji Publik ini menjadi langkah awal dalam menyusun Rancangan Perda Penanganan Konflik Sosial yang komprehensif dan berdaya guna.

Melibatkan berbagai pihak terkait, termasuk masyarakat, diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dalam menciptakan stabilitas keamanan dan kondusifitas daerah di Provinsi Jawa Tengah.

 

(ar/lb)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *