Nama Gedung DPR jadi ‘Istana Tikus’ di Google Maps – Liputan Online Indonesia

Gedung DPR RI (dok.istimewa)

liputanbangsa.com – Publik sempat dibuat heboh dengan nama Gedung DPR di aplikasi Google Maps yang ditandai dengan berbagai macam nama berbeda Senin (03/07).

Mulai dari “Sarang Tikus”, “Gedung Oknum Korupsi Terbesar di Asia”, “Taman Perindustrian Tikus”, hingga “Gedung Orang Tidur.

Tulisan-tulisan itu tak bertahan lama. Sekitar pukul 10.28 WIB, tulisan tersebut sudah menghilang dan hanya tersisa beberapa tulisan seperti “Sampah Negara”, “Penjajah Masa Kini”, hingga “Banteng Tidur”.

Sebenarnya, di Google Maps, siapa saja bisa mengedit informasi seperti nama tempat, lokasi, atau detail lainnya di sana. Belum diketahui siapa saja yang menandai informasi terkait gedung DPR.

Sejumlah anggota DPR pun buka suara soal hal ini. Bagaimana saja respons mereka?

 

“Enggak Apa-apa, Ini Gedung Rakyat”

Wakil Ketua Komisi III DPR dari NasDem Ahmad Sahroni (dok.istimewa)

Anggota DPR Fraksi NasDem, Ahmad Sahroni, merespons santai hal ini. Menurutnya, tak masalah jika ada yang mengedit penamaan gedung DPR karena ini adalah gedung milik rakyat.

“Enggak apa-apa, ini gedung wakil rakyat, punya rakyat. Rakyat mau namain apa terserah mereka,” ucap Sahroni saat dimintai tanggapan, Senin (3/7).

Wakil Ketua Komisi Hukum DPR itu menganggap hal itu sebagai kritikan untuk DPR agar bekerja lebih serius. Meski, dia berharap penamaan DPR harusnya dengan hal yang positif.

“Cuma kan kalau bisa kita kasih nama barang kita yang bagus-bagus, jadi doa. Kalau disumpah serapah yang jelek-jelek, nanti ‘vibe’ di dalam jadi ikutan jelek,” tutur Sahroni.

“Kan di dalam gedung DPR banyak yang kerja tulus dan serius buat rakyat. Kasihan kalau mereka juga tergeneraslisasi ucapan-ucapan yang jelek,”

– Sahroni.

 

“Saya Berusaha Kerja Maksimal”

Anggota Komisi IX DPR Fraksi PDIP, Krisdayanti (dok.istimewa)

Politikus PDIP dan anggota Komisi IX DPR, Krisdayanti, mengaku prihatin jika masyarakat umum tak menghormati lembaga negara. Namun di sisi lain, ia menilai sah-sah saja jika ada kritik yang diberikan ke anggota DPR.

“Sejatinya mengekspresikan pendapat itu kan sah-sah saja di negara demokrasi seperti kita. Hanya, ingat kita ini memiliki budaya tata krama, memiliki budaya kesopansantunan,” jelas Krisdayanti saat dihubungi, Senin (4/7).

“Alangkah baiknya apabila pendapat dan kritik disampaikan dengan cara yang lebih baik,” sambungnya.

Menurut penyanyi lagu ‘Aku Wanita Biasa’ ini, pihak yang mengkritik lewat GMaps hanya orang iseng. Ia pun menyebut akan terus berusaha sebaik mungkin dalam bekerja sebagai wakil rakyat.

“Saya yakin yang menandai di Gmaps hanya orang iseng yang sedang berusaha mengutarakan pendapatnya. Semoga segera disadarkan, dan semoga kinerja kami di parlemen terus membaik,” ungkap dia.

 

“Kita Evaluasi Diri”

Wakil Ketua MPR/Anggota Komisi III DPR (PPP) Arsul Sani (dok.istimewa)

Anggota Komisi III DPR Fraksi PPP, Arsul Sani, menilai perubahan nama gedung parlemen di Google adalah ekspresi masyarakat demokrasi saja. Menurutnya, hal ini tak perlu direspons dengan amarah karena wajar terjadi di banyak negara demokrasi.

“Kita sebut saja itu sebagai bunga-bunga demokrasi tapi bernama “democrazy”,” ucap Arsul.

“Bagi yang di parlemen itu seperti kami, yang penting apakah kemudian mayoritas rakyat kita yang menjadi pemilih itu masih mau berpartisipasi dan memilih kembali atau tidak,” lanjut dia.

Lebih jauh, dia menilai, jika mayoritas pemilih masih menggunakan hak pilih dan masih memilih anggota DPR atau partai yang sudah di parlemen, maka ekspresi-ekspresi seperti itu memang hanya ketidakpuasan sesaat kelompok orang saja.

“Tentu kami yang di DPR juga perlu terus mengevaluasi diri secara keseluruhan,” tandas dia.

 

Formappi: Ini Teguran untuk Bekerja Serius

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), Lucius Karus (dok.istimewa)

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai aksi itu sebagai ekspresi khas anak zaman now yang selalu mampu menemukan cara unik untuk menyampaikan pesan.

“Dalam bahasa ala DPR, pesan itu biasa disebut aspirasi,” ucap Lucius Karus kepada wartawan, Senin (3/7).

“Maka penamaan baru dan unik pada titik lokasi gedung DPR/MPR/DPD mesti dibaca oleh ketiga lembaga itu sebagai aspirasi publik yang disampaikan dengan pesan yang khas di Google Maps,” imbuhnya.

Menurutnya, dari pilihan nama yang tertulis pada Google Maps itu, aspirasi atau pesan yang mau disampaikan oleh mereka yang memberi nama itu adalah agar ketiga lembaga (DPR, MPR, DPD) itu bekerja serius.

Dia menyebut kata-kata vulgar itu biasanya mengekspresikan kekecewaan dan kemarahan penulis nama di Google untuk DPR/MPR/DPD. Dan mungkin saja ungkapan si penulis menjadi gambaran perasaan banyak orang terhadap ketiga lembaga di Senayan itu.

 

(ar/lb)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *