Program Wajib Belajar 13 Tahun, Kemendikdasmen : Fokus Pendidikan Pra Sekolah – Liputan Online Indonesia

JAKARTA, liputanbangsa.comPemerintah melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) rencanakan program wajib belajar 13 tahun.

Sebelumnya, program itu adalah wacana tetapi kini telah semakin jelas realisasinya.

Mendikdasmen Abdul Mu’ti melalui YouTube Kemendikbud RI memberikan keterangan.

Rencana wajib belajar 13 tahun adalah komitmen dari kementerian untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Menurutnya, peningkatan mutu pendidikan harus dipupuk mulai pendidikan usia dini.

“Jadi 13 tahunnya bukan menjadi kelas 13, tetapi pra sekolah itu akan menjadi perhatian,” ujarnya kepada awak media (21/10/2024).

Pendidikan pra sekolah akan menjadi perhatian dari Kemendikdasmen dan merupakan pondasi untuk pendidikan di tanah air.

Pra sekolah adalah proses pendidikan yang mempersiapkan anak sebelum menginjak pendidikan dasar, dikenal dengan pendidikan anak usia dini.

Berkaca dari banyak negara maju, Abdul Mu’ti melihat kedudukan pendidikan pra sekolah sangat penting.

Lebih lanjut, pendidikan pra sekolah tidak harus diselenggarakan di sekolah formal.

Tersebarnya lembaga pendidikan informal dan nonformal diharap mampu mendorong kemitraan strategis dengan masyarakat.

Dalam pelaksanaan pendidikan, Abdul Mu’ti menekankan gotong royong.

Pemerintah tidak dapat bekerja sendiri tanpa dukungan masyarakat, oleh karena itu partisipasi masyarakat sangat diperlukan.

Output dari model penyelenggaraan ini, tujuannya untuk menjadikan pendidikan sebagai proses pencerdasan yang inklusif, partisipatif dan adaptif.

Selain program wajib belajar 13 tahun, masyarakat juga berharap Kemendikdasmen dapat menyelesaikan berbagai polemik pendidikan.

Seperti kurikulum merdeka, zonasi, dan Ujian Nasional (UN).

Mu’ti menyebut, segala persoalan yang masih menjadi perdebatan belum dapat diputuskan.

Kemendikdasmen akan melalui pengkajian terlebih dahulu melibatkan berbagai stakeholder.

“Kami ingin mendengar dari internal, juga mendengar dari para pakar, juga masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan, dan masyarakat sebagai pengguna jasa layanan pendidikan,” pungkasnya.

 

 

(ar/lb)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *