Surat Edaran Tolak Nikah Beda Agama Oleh MA Diapresiasi MUI – Liputan Online Indonesia

liputanbangsa.com – Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan surat edaran untuk pengadilan tidak mengabulkan permohonan perkawinan beda agama.

Keputusan MA itu mendapat dukungan dari MUI.

Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh mengapresiasi surat edaran MA (SEMA) itu.

Ia menilai hal itu memberikan kepastian hukum untuk masyarakat yang ingin melangsungkan pernikahan beda agama.

“Penerbitan SEMA ini sangat tepat untuk memberikan kepastian hukum dalam perkawinan dan upaya menutup celah bagi pelaku perkawinan antar agama yang selama ini bermain-main dan berusaha mengakali hukum,” kata Niam dalam keterangannya, Selasa (18/7).

“Aturan ini wajib ditaati semua pihak, terutama bagi hakim yang selama ini tidak paham atau pura-pura tidak paham terhadap hukum perkawinan.”

Lebih lanjut, Guru Besar Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta ini mengatakan, UU Perkawinan sudah secara gamblang menjelaskan bahwa perkawinan itu sah jika dilaksanakan sesuai dengan ajaran agama.

“Dengan demikian, peristiwa pernikahan itu pada hakekatnya adalah peristiwa keagamaan. Dan negara hadir untuk mengadministrasikan peristiwa keagamaan tersebut agar tercapai kemaslahatan, dengan pencatatan,” kata Niam.

“Pencatatan perkawinan itu merupakan wilayah administratif sebagai bukti keabsahan perkawinan. Kalau Islam menyatakan perkawinan beda agama tidak sah, maka tidak mungkin bisa dicatatkan,” tambah profesor bidang fikih ini.

Namun, menurut Niam, selama ini ada orang yang mengakali hukum dengan mengajukan penetapan putusan pengadilan, dengan dalih UU Administrasi Kependudukan memberi ruang.

Padahal UU Perkawinan telah mengatur perkawinan yang sah harus sesuai dengan hukum agama dan kepercayaan yang dianut.

UU tersebut juga melarang perkawinan antara dua orang yang punya hubungan dilarang agama atau peraturan lain. Sedangkan dalam Islam pernikahan beda agama dilarang.

“Jadi tidak ada celah untuk praktik perkawinan beda agama. Islam mengharamkan, dan UU melarang. SE ini menegaskan larangan tersebut untuk dijadikan panduan hakim. Karenanya pelaku, fasilitator, dan penganjur kawin beda agama adalah melanggar hukum,” tegas Niam.

Surat Edaran tersebut diteken Ketua MA Muhammad Syarifuddin pada 17 Juli 2023 dan disampaikan kepada para Kepala Pengadilan Tingkat Banding dan Tingkat Pertama di seluruh Indonesia.

 

Bunyi Surat Edaran tersebut :

Untuk memberikan kepastian dan kesatuan penerapan hukum dalam mengadili permohonan pencatatan perkawinan antar-umat yang berbeda agama dan kepercayaan, para hakim harus berpedoman pada ketentuan sebagai berikut:

Perkawinan yang sah adalah perkawinan yang dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu, sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 8 huruf f Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Pengadilan tidak mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan antar-umat yang berbeda agama dan kepercayaan.

 

(ar/lb)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *