Taylor Swift Jadi Inspirator Topik Ilmu Psikologi Sosial – Liputan Online Indonesia

liputanbangsa.comBintang pop menjadi ikon budaya, mewakili momen tertentu dalam sejarah dan membentuk nilai, keinginan, dan aspirasi masyarakat.

Dari mop-top The Beatles yang menandakan jeda dari konvensi di tahun 1960-an hingga persona Madonna yang selalu berubah di tahun 80-an dan 90-an, tokoh-tokoh ini tidak hanya memberikan soundtrack untuk kehidupan kita.

Mereka mencerminkan pergeseran masyarakat, tren dan emosi. Bagi banyak orang, mereka bukan hanya seniman, mereka adalah inspirasi, panutan, dan bahkan tokoh semi-religius.

Hari ini, Taylor Swift tidak dapat disangkal mengklaim tempat di jajaran artis berpengaruh ini.

Faktanya, Eras Tour yang sedang berlangsung telah melampaui semua ekspektasi dan berada di jalur yang tepat untuk menjaringnya lebih dari satu miliar dolar, berpotensi menjadikannya tur terbesar dalam sejarah.

Dengan konteks ini, mudah untuk melihat mengapa begitu banyak orang terpikat oleh cerita Swift.

Namun, itu tidak menjelaskan bagaimana mempelajari kehidupannya dan bekerja secara akademis (seperti yang dimaksudkan oleh kursus Arizona State University) akan membantu kita memahami konsep kompleks psikologi sosial.

Menurut Alexandra Wormley, instruktur kursus, jawabannya terletak pada cara kerja, kehidupan, dan fandom Taylor Swift mencerminkan dan menerangi berbagai topik dalam psikologi sosial, seperti romansa, pelarian melalui fiksi, balas dendam, dan perkembangan sosial.

Wormley mengatakan bahwa tujuan kursus ini bukan untuk menganalisis bintang pop, tetapi untuk menggunakannya sebagai lensa untuk memperdalam pemahaman siswa tentang topik ini melalui pembacaan empiris, diskusi di kelas, dan pembuatan pertanyaan penelitian.

Berikut adalah dua alasan mengapa mempelajari ikon budaya pop seperti Taylor Swift layak untuk jadi objek mempelajari lebih lanjut tentang diri kita sebagai masyarakat.

Agen Perubahan Sosial yang Kuat

Penentu tren budaya pop dapat memengaruhi opini publik, meningkatkan kesadaran, memobilisasi tindakan, dan menantang norma melalui seni, aktivisme, dan pilihan pribadi mereka.

Mereka dapat menggunakan ketenaran, karisma, dan kredibilitas mereka untuk menarik perhatian, menginspirasi emosi, dan membujuk audiens untuk mengadopsi pandangan atau perilaku tertentu.

Misalnya, sebuah makalah tahun 2017 menemukan bahwa selebritas dapat berdampak signifikan pada hasil terkait kesehatan, seperti skrining kanker, vaksinasi, merokok, dan pencegahan bunuh diri.

Seperti banyak tokoh budaya pop lainnya, Taylor Swift menggunakan platformnya untuk mengekspresikan pandangan pribadi dan politiknya.

Sebagai ikon feminisme Taylor dijadikan panutan bagi banyak anak muda.

Advokasinya menginspirasi orang lain untuk berbicara tentang penyebab yang mereka yakini dan membantu meningkatkan kesadaran tentang masalah sosial yang penting.

Dengan menggunakan suara dan visibilitasnya, Taylor telah mendemonstrasikan kekuatan ikon budaya pop untuk mempengaruhi opini publik dan mendorong perubahan sosial.

Dengan menggunakan tindakannya sebagai titik awal, kita dapat menelusuri asal-usul dan arah dari berbagai fenomena sosial (baik positif maupun negatif) untuk memberikan gambaran holistik tentang apa yang mendorong perubahan dalam masyarakat.

 

Pendorong Identitas Sosial

Budaya pop dapat mencerminkan siapa kita, siapa yang kita inginkan, dan menjadi milik siapa kita melalui musik, cerita, dan gambar.

Mereka juga dapat membentuk identitas sosial kita dengan memberi kita model perilaku, nilai dan norma yang dapat kita adopsi atau tolak.

Identitas sosial adalah bagian dari konsep diri kita yang didasarkan pada keanggotaan kita dalam kelompok sosial, seperti kebangsaan, etnis, agama, jenis kelamin, atau fandom.

Teori identitas sosial, misalnya, menjelaskan bagaimana kita menggunakan kategori sosial untuk mendefinisikan diri kita sendiri dan orang lain, dan bagaimana hal ini mempengaruhi sikap, emosi, dan tindakan kita.

Sebuah studi tahun 2017 yang diterbitkan dalam International Studies Quarterly menemukan bahwa “pengalaman sintetik” yang berakar pada fiksi dapat secara signifikan membentuk pandangan kita tentang sesuatu yang seluas dan tidak berwujud seperti politik internasional.

Dalam studi ini, misalnya, para peneliti menemukan bahwa pembaca yang tidak menyukai novel Tom Clancy melaporkan tingkat anti-Amerikanisme dan anti-militerisme yang lebih tinggi.

Meskipun tidak sepenuhnya fiktif, kehidupan selebritas sering kali bersifat fiksi dan terbuka untuk interpretasi publik.

Masalah hubungan mereka sering dibesar-besarkan dan perjuangan mereka dengan kesehatan mental selalu terlihat.

Hal ini mengarah pada perkembangan hubungan parasosial dengan mereka, yang bisa berbahaya jika dibiarkan.

Misalnya, Taylor Swift, yang memiliki penggemar setia yang menyebut diri mereka “Swifties” dikenal membelanya dari kritik apa pun, menyerang musuh yang dianggapnya, dan merayakan pencapaiannya.

Beberapa Swifties bahkan terlibat dalam perilaku negatif atau berbahaya, seperti cyberbullying, pelecehan terhadap selebritas atau penggemar lain yang tidak setuju dengan mereka, atau mengancam reputasi Swift.

(ar/lb)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *