4 Kota yang Pernah Jadi Ibu Kota NKRI – Liputan Online Indonesia

JAKARTA, liputanbangsa.com – Pemindahan pusat pemerintahan ke IKN Nusantara di Penajam, Paser, Kalimantan Timur saat ini masih berlangsung.

Jakarta sampai saat ini menyandang nama Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta (DKI Jakarta). Sebelum Jakarta, status Ibu Kota Negara pernah disandang kota-kota lain di Indonesia.

 

1. Yogyakarta

Yogyakarta pernah menjadi ibu kota negara terhitung mulai dari tanggal 4 Januari 1946 sampai tanggal 27 Desember 1949.

Pada tanggal 28 Desember 1949 ibukota negara Indonesia kembali ke Jakarta.

Dikutip dari laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, awal mula Indonesia mereda masih mendapat serangan militer dari Belanda.

Sejak akhir oktober 1945 kondisi Jakarta yang semakin memanas, tentara NICA membuat berbagai tindakan yang membahayakan keselamatan para pemimpin Republik Indonesia.

Untuk menyelamatkan kedaulatan Republik Indonesia maka diputuskan bahwa Presiden, Wakil Presiden, dan beberapa menteri harus dipindahkan ke tempat yang lebih aman.

Oleh karena itu, pemerintah mengambil keputusan untuk memindahkan pusat pemerintahan ke Yogyakarta.

Perpindahan ini direncanakan pada awal Januari 1946 dengan menggunakan kereta api.

Pada tanggal 3 Januari lewat pukul 18.00 WIB kereta dengan pintu dan jendela tertutup bergerak langsir ke emplasemen Manggarai terus berjalan dan berhenti di Pegangsaan tepat di belakang rumah Bung Karno.

Semua lampu tidak dinyalakan agar naiknya rombongan ke dalam kereta tidak terlihat oleh Sekutu.

Dalam rombongan tersebut juga terdapat Ibu Fat, Guntur, Ibu Rahmi Hatta, Bung Karno, Bung Hatta, para menteri, dan anggota rombongan lainnya.

Keesokan harinya, tanggal 4 Januari 1946 pagi, KLB presiden tiba di Yogyakarta disambut oleh Sultan Hamengkubuwono IX.

Sejak tanggal 4 Januari 1946, Yogyakarta menjadi ibukota RI sementara.

 

2. Bukittinggi

Dikutip dari website resmi Bukittinggi, Bukittinggi pernah menjadi ibu kota negara dari periode Desember 1948 sampai Juni 1949.

Saat itu Bukittinggi ditunjuk sebagai ibu kota Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI), setelah Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda.

Semasa pemerintahan Belanda sebelum Indonesia merdeka, Bukittinggi oleh Belanda selalu ditingkatkan perannya dalam ketatanegaraan.

Sementara ketika Indonesia jatuh di tangan Jepang, Bukittinggi dijadikan sebagai pusat pengendalian pemerintah militer Jepang untuk kawasan Sumatera, bahkan sampai ke Singapura dan Thailand.

 

3. Bireuen Aceh

Kota berikutnya yang pernah menjadi ibu kota negara adalah Bireuen Aceh.

Dikutip dari laman Pemprov Aceh para tokoh setempat menyebut Bireuen pernah menjadi ibu kota negara Indonesia yang ketiga selama seminggu setelah Yogyakarta jatuh ke tangan penjajah dalam agresi Belanda.

Disebutkan juga bahwa kediaman Bupati Bireuen sempat menjadi tempat pengasingan presiden Soekarno saat terjadi agresi militer di Yogyakarta.

Dari berbagai sumber menyebutkan, Soekarno mengasingkan diri ke Bireuen pada Juni 1948.

Kebenaran Bireuen pernah menjadi ibu kota negara masih diragukan.

Pasalnya, ketika Yogyakarta berhasil dikuasai Belanda, disebutkan bahwa Presiden dan Wakil Presiden RI Soekarno dan Hatta, tetap berada di sana.

 

4. Pangkalpinang secara De Facto

Kota Pangkalpinang di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memang tidak pernah secara resmi ditunjuk menjadi Ibu Kota.

Peran itu bersandingan dengan Bukittinggi, Sumatera Barat, yang menerima mandat langsung saat para pemimpin Republik di Yogyakarta ditangkap Belanda pada 19 Desember 1948.

Dikutip dari laman Ditjen Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan, Mr. Sjafruddin Prawiranegara menerima mandat untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi.

Ia menjadi Presiden Indonesia selama 207 hari.

Sementara Lambertus Nicodemus Palar mendirikan perwakilan RI di Persatuan Bangsa Bangsa (PBB).

Misi diplomatik Palar berhasil membuat PBB menekan Belanda agar mau berunding dengan Indonesia.

Belanda tidak mau berunding dengan PDRI. Belanda memilih dengan para pemimpin RI yang diasingkan ke Bangka sejak 22 Desember 1948 sampai Juli 1949.

Para pemimpin itu adalah Wakil Presiden Mohammad Hatta, Sekretaris Negara AG Pringgodigdo, Ketua Komisi Nasional Indonesia Pusat (KNIP) MR Assaat, dan Kepala Staf AU Soerjadarma yang diasingkan di Pesanggrahan Menumbing.

Mereka menghuni pesanggrahan di Bukit Menumbing, Bangka Barat sejak 22 Desember 1948 sampai Juli 1949.

Pada saat bersamaan, Presiden Soekarno dan Menteri Luar Negeri Agus Salim diasingkan di Wisma Ranggam yang terletak di Muntok, Bangka Barat, mulai 5 Februari 1949 sehingga secara de facto, kala itu pemimpin utama Republik Indonesia adalah ada di Bangka.

 

(ar/lb)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *