Sebanyak 1.270 Warga Masih Mengungsi Di Markas TNI Usai Sepekan Kerusuhan Wamena – Liputan Online Indonesia

Sebanyak 1.270 Warga Masih Mengungsi Di Markas TNI Usai Sepekan Kerusuhan Wamena. Foto: dok.news.detik.com

liputanbangsa.com – Sebanyak 1.270 warga Wamena dilaporkan masih mengungsi di markas TNI Kodim 1702/Jayawijaya pasca kerusuhan yang terjadi di Wamena, Papua Pegunungan, pada Kamis (23/2) lalu.

Selama sepekan ini situasi pelik masih terjadi di Wamena. Karena banyaknya pengungsi dan lamanya waktu mengungsi pasca kerusahan itu, mereka membutuhkan bantuan berupa untuk bertahan hidup.

Dandim 1702/Jayawijaya Letkol Cpn. Athenius Murip, mengatakan sampai pada Rabu (1/3/2023) lalu, seribuan pengungsi itu mendapat bantuan dari Kementerian Sosial (Kemensos). Murip berharap akan banyak pihak lagi yang memberi bantuan bagi pengungsi.

“Kami berharap akan banyak pihak yang ikut membantu korban kerusuhan Wamena, sebab saudara-saudara kita saat ini sangat membutuhkan bantuan, apapun bentuk bantuan yang diberikan sangatlah berarti bagi mereka,” katanya.

Kapendam XVII/Cenderawasih Kolonel Kav Herman Taryaman sebelumnya menjelaskan alasan warga mengungsi karena khawatir peristiwa yang menimbulkan kerusuhan susulan.

“Adanya kekhawatiran dari para pengungsi terutama yang dianggap warga pendatang akan aksi atau tindakan-tindakan yang dapat menimbulkan situasi mengarah ke kerusuhan susulan,” kata Herman beberapa waktu lalu.

Kabid Humas Polda Papua Kombes Ignatius Benny Prabowo menjelaskan kericuhan terjadi pada Kamis (23/2) sekitar pukul 12.30 WIT, timbul karena adanya isu penculikan anak.

seperti yang dilansir dari detik news, isu tersebut bermula adanya mobil penjual kelontong yang dihentikan dua warga di Sinakma, Kota Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan, pada Kamis (23/2) pukul 12.30 WIT.

Mobil dihentikan oleh warga Sinakma lantaran dicurigai melakukan penculikan anak. Menerima informasi itu, Kapolres Wamena pun menuju tempat kejadian perkara (TKP) untuk bernegosiasi dengan massa dan kemudian meminta permasalahan ini diselesaikan di Polres.

Pada saat negosiasi terjadi di Polres Wamena, lanjut Benny, ada sekelompok massa yang berteriak dan kemudian menyerang anggota polisi. Hal ini lantas memicu adanya perlawanan massa dengan aparat kepolisian. Hingga Kapolres Jayawijaya dan anggota gabungan yang berada di lokasi justru diserang menggunakan batu dan panah.

Karena serangan tersebut petugas mengeluarkan tembakan peringatan dengan harapan massa tidak melakukan aksi penyerangan terhadap anggota.

Namun massa yang semakin anarkis tersebut tidak mau mendengar himbauan aparat dan tidak mau membubarkan diri saat diberi tembakan peringatan bahkan menyerang Aparat dengan panah,” tuturnya.

Akibat bentrokan tersebut, ia mengatakan total terdapat 12 korban tewas. Rinciannya, 2 orang menjadi korban dari massa perusuh, sementara 10 lainnya berasal dari massa perusuh yang ditembak oleh petugas.

Selain itu, terdapat 32 orang korban luka-luka dan 13 rumah serta 2 ruko hangus dibakar oleh kelompok massa aksi.

(heru/lbi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *