Dikecam BIG, Penamaan Stadion Lukas Enembe di Papua Harus Diganti – Liputan Online Indonesia

stadionDikecam BIG, Penamaan Stadion Lukas Enembe di Papua Harus Diganti.Foto:dok.bola.okezone.com

liputanbangsa.com – Penamaan sebuah stadion megah yang terletak di Kampung Nolokla, Sentani Timur, Kabupaten Jayapura, Papua dikecam oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) karena menggunakan nama Lukas Enembe yang merupakan Gubernur Papua non-aktif.

Badan Informasi Geospasial (BIG) menilai penamaan Stadion Lukas Enembe harus diganti karena tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2, Tahun 2021, tentang Penyelenggaraan Nama Rupabumi (PNR).

Meskipun penamaan tersebut belum resmi, namun menurut Kepala Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim BIG, Ade Komara Mulyana, menegaskan hal ini harus diganti karena tidak sesuai dengan PP Nomor 2, Tahun 2021.

stadion
Lapangan Stadion Lukas Enembe.Foto:dok.alacasa.id

“Harus diganti. Tapi itu memang belum masuk ke proses (BIG), jadi nama itu memang belum nama resmi. Tapi harus diganti,” kata Mulyana.

Mulyana menerangkan ada 10 prinsip nama rupabumi dalam PP PNR yang disusun berdasarkan peraturan yang telah ada, salah satunya tidak boleh menggunakan nama orang kecuali nama orang tersebut sudah meninggal dan aturannya pun harus menunggu lima tahun.

“Tidak menggunakan nama orang kecuali orang tersebut sudah meninggal, dan meninggalnya pun ditunggu lima tahun. Kenapa, karena kita tidak tahu akhir hidup seseorang dia pahlawan atau pecundang,” ucap Mulyana.

Mulyana kemudian mencontohkan kasus penamaan stadion yang menggunakan nama Lukas Enembe.

“Seperti kemarin nama stadion di Jayapura, Stadion Lukas Enembe, sekarang bapak gubernurnya masuk KPK, bingung kita. Kalau ada contoh, apakah ada nama yang tidak memenuhi prinsip, itu salah satunya, menggunakan nama orang yang masih hidup,” ujar Mulyana.

stadionBerikut 10 prinsip nama rupabumi dalam PP PNR yang disusun berdasarkan peraturan yang telah ada sebelumnya:

  • Prinsip utama nama rupabumi tersebut adalah wajib menggunakan bahasa Indonesia.
  • Dapat menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing apabila Unsur Rupabumi memiliki nilai sejarah, budaya, adat istiadat, dan atau keagamaan.
  • Menggunakan abjad romawi.
  • Menggunakan satu nama untuk satu unsur rupabumi.
  • Menghormati keberadaan suku, agama, ras, dan golongan.
  • Menggunakan paling banyak tiga kata.
  •  Menghindari penggunaan nama orang yang masih hidup dan dapat menggunakan nama orang yang sudah meninggal dunia paling singkat lima tahun terhitung sejak yang bersangkutan meninggal dunia.
  • Menghindari penggunaan nama instansi atau lembaga.
  • Menghindari penggunaan nama yang bertentangan dengan kepentingan nasional dan atau daerah.
  • Memenuhi kaidah penulisan nama rupabumi dan kaidah spasial. (heru/lb)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *