Ternyata Kota Salatiga Pernah Alami 4 Kali Pergantian Status Pemerintahan Sejak Era Kolonial – Liputan Online Indonesia

SALATIGA, liputanbangsa.comSalatiga merupakan Kota di Provinsi Jawa Tengah yang memiliki keistimewaan.

Keistimewaan yang dimiliki Salatiga tersebut tidak dimiliki oleh kota-kota lain di Indonesia.

Mengutip arsip Pemkot Salatiga, salah satu keistimewaan tersebut adalah dalam hal pemerintahan.

Dimana status kepemerintahan Salatiga mengalami empat kali pergantian sejak era kolonialisme Belanda.

Salatiga pernah menjadi Kabupaten, Salatiga Pernah menjadi Kepatihan, Salatiga pernah menjadi Gemeente (Kotapraja), sebelum akhirnya menjadi kota seperti sekarang ini.

Sebagai konsekuensinya kepala pemerintahan Salatiga pun berganti-ganti juga.

Mulai dari Bupati, Patih, Assistent Resident, Burgemeester, dan Wali Kota.

Setiap masa punya pemerintahan dan kepala pemerintahan sendiri, dimana masing-masing juga punya sejarah sendiri-sendiri.

Mungkin masih banyak warga Salatiga yang belum mengetahui hal ini.

Oleh karena itu ketika perjalanan kilas balik pemerintahan dan kepala pemerintahan Salatiga ditulis dalam sebuah buku, tentunya ini merupakan sebuah langkah yang patut diapresiasi.

Rasanya sangat menarik untuk melakukan kilas balik pemerintahan Salatiga tempo doeloe. Betapa tidak?

Mungkin hanya Salatiga satu-satunya kota di lndonesia yang pemerintahannya pernah berbentuk Kabupaten, Kepatihan, dan Kota.

Mungkin juga hanya Salatiga satu-satunya kota di Indonesia yang pernah dipimpin oleh Bupati pribumi, Patih pribumi, Assistent Resident berkebangsaan Belanda, Burgemeester (Wali Kota) berkebangsaan Belanda, dan Walikota orang Indonesia setelah Indonesia merdeka.

Lagi-lagi, mungkin hanya terjadi di Salatiga seorang Wali Kota yang masa pemerintahannya hanya tiga hari saja.

Itu pun dengan catatan, belum pernah sehari pun melakukan tugas pemerintahan.

Bupati dan Patih pribumi memerintah di Salatiga pada dekade-dekade awal abad ke-19.

Assistent Resident dan Burgemeester memerintah di Salatiga pada dekade-dekade awal abad ke-20.

Sementara itu Wali Kota di Salatiga memerintah setelah Indonesia merdeka sampai sekarang.

Sekilas tampak ada pembagian kurun waktu yang jelas antara masa pemerintahan Bupati dan Patih pribumi, Assistent Resident dan Burgemeester, serta Wali Kota.

Namun sejatinya tidak demikian, karena ada rentang waktu yang cukup lama di mana Salatiga diperintah oleh Patih pribumi dan oleh Assistent Resident berkebangsaan Belanda sekaligus dalam rentang waktu yang sama.

Kemudian hal ini berlanjut dengan kondisi di mana Salatiga dipimpin oleh Patih pribumi dan oleh Burgemeester sekaligus dalam kurun waktu yang sama pula.

Bahkan setelah Indonesia merdeka namun Belanda masuk ke Salatiga lagi pada tahun 1947 ada kepala pemerintahan sementara hasil bentukan Belanda dan kepala pemerintahan Salatiga yang sebenarnya di pengungsian.

Dengan demikian bisa dikatakan bahwa pada periode-periode tertentu ada dualisme pemerintahan di Salatiga.

Tentunya ini merupakan sebuah fenomena yang sangat menarik pada masanya.

Fenomena tersebut berawal pada tahun 1903. Pada waktu itu status pemerintahan di Salatiga adalah sebagai Kepatihan dan Salatiga dipimpin oleh seorang Patih pribumi.

Namun demikian pada saat yang sama pemerintah Hindia Belanda juga menempatkan seorang Assistent Resident di Salatiga.

Semula sang Assistent Resident tinggal Ambarawa, namun sejak tahun 1903 tersebut dia pindah ke Salatiga dan tinggal di sebuah gedung megah di pusat kota yang sekarang menjadi rumah dinas Wali Kota Salatiga.

Semula gedung tersebut ditempati oleh Majelis Indische Kerk (GPIB sekarang). Sejak pertama kali dibangun sampai tahun 1903 bangunan tersebut seolah “tidak mempunyai nama”.

Sejak kedatangan Assistent Resident dari Ambarawa gedung tersebut dikenal sebagai woning Assistent Resident atau kediaman Assistent Resident.

Setelah Salatiga punya seorang Burgemeester (Wali Kota berkebangsaan Belanda), maka Sang Burgemeester gantian menempati gedung ini.

Selanjutnya gedung ini resmi menjadi rumah dinas Wali Kota Salatiga.

 

(ar/lb)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *