Waspada, Faktor Ini Dapat Sebabkan Pria Mandul – Liputan Online Indonesia

ByTia Putri

6 Juni 2024 , ,

liputanbangsa.comAgar manusia bisa terus ada lintas generasi, maka diperlukan proses biologis bernama reproduksi. 

Proses reproduksi manusia melibatkan sperma dan sel telur yang kemudian bercampur hingga terjadi pembuahan.

Akan tetapi, ahli mengungkap ada kencenderungan manusia tak lagi bisa bereproduksi secara alamiah pada 2050 mendatang. 

Hal ini diungkap Shanna Swan dalam buku terbarunya Count Down: How Our Modern World is Threatening Sperm Counts (2021).

Swan, yang merupakan profesor kesehatan masyarakat School of Medicine at Mount Sinai, New York, Amerika Serikat, mengungkap bahwa penyebab kecenderungan itu bisa terjadi karena penurunan jumlah sperma.

Sebelumnya, dia menjelaskan bahwa sperma memiliki peran penting dalam proses reproduksi. 

Sebab, sperma punya fungsi melahirkan generasi baru. 

Namun, berdasarkan temuannya pada 2017 silam, sperma manusia Barat mengalami penurunan 50% dari tahun 1973-2011. Artinya, menurun 1% setiap tahun.

Mengacu pada data World Health Organization (WHO), jumlah sperma normal manusia berkisar 15 juta hingga lebih dari 200 juta sperma per mililiter semen, sedangkan penelitian Swan berkata lain.

Pada 1972, Swan mengungkap bahwa rata-rata pria Eropa punya konsentrasi sperma 99 juta/mililiter semen. 

Lalu, pada 2011 jumlahnya menurun hanya 47,1 juta/mililiter semen. 

Berarti jika diasumsikan terjadi penurunan 1% setiap tahun, maka laki-laki akan memiliki sperma kurang dari 15 juta pada 2050. 

Di titik ini, ketidaksuburan atau infertilitas terjadi.

 

Penyebab Banyak Pria Diprediksi Mandul pada 2050

Swan mengungkap kejadian ini bisa terjadi karena pola hidup manusia yang makin ugal-ugalan. 

Aktivitas merokok, mabuk, dan begadang menjadi penyebab itu semua. Namun, ada satu hal yang bagi Swan jadi biang kerok yang sering terlupakan, yakni plastik.

Eksistensi plastik yang memiliki niat awalnya ingin membantu manusia, kini berubah menjadi malapetaka.

Keberadaan plastik yang sulit terurai membuatnya bisa masuk ke dalam organisme lain, seperti tumbuhan, air dan hewan, yang dikonsumsi manusia. 

Atau bisa juga plastik itu menjadi wadah berbagai tempat yang kemudian masuk ke tubuh manusia. 

Pada kondisi ini, zat plastik akan memblokir hormon manusia yang mengatur seks. 

Zat plastik akan mengganggu sistem metabolisme yang mengontrol hormon, termasuk testosteron yang berperan penting dalam produksi sperma. 

Apabila prediksi ini benar terjadi, maka Swan menyebut di masa depan bakal banyak manusia yang lahir berkat bantuan teknologi. 

Sebab, penurunan kualitas dan jumlah sperma hanya bisa ditangani oleh teknologi. Tentu, memperoleh keturunan melalui teknologi bukan sesuatu yang murah. 

Dengan kondisi demikian, mengutip pendapat ahli dari Washington State University Patricia Hunt, solusi terbaiknya dengan menghindari faktor-faktor resiko. 

Bila itu dilakukan, maka sistem reproduksi bakal kembali sehat dan bisa melahirkan 3-4 generasi baru. 

Akan tetapi, kini penelitian Swan tersebut sudah banyak pembuktian. 

Berbagai laporan menyebut rasio kesuburan total di banyak negara maju dan berkembang semakin menurun dari tahun ke tahun. 

Meski begitu, perlu diingat, plastik bukan jadi aspek utama penyebab penurunan rasio kesuburan total. 

Masih ada faktor eksternal lain, seperti wabah, perang, dan dinamika internal suatu wilayah.

 

(ar/lb)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *