Food Estate : Ganjar Ingin Ubah Jadi Ekosistem Terpadu, Anies Tawarkan Contract Farming – Liputan Online Indonesia

JAKARTA, liputanbangsa.comProyek pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), yaitu food estate terus menjadi perbincangan.

Kini, kubu pasangan nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD dan pasangan nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar alias Cak Imin menawarkan konsep lain untuk menggantikan food estate.

Sekretaris Eksekutif Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Heru Dewanto, mengatakan pihaknya tak akan melanjutkan program tersebut apabila terpilih sebagai pemenang pada Pilpres 2024.

“Jadi, kalau food estate jelas kita kritisi, kita tidak ingin melanjutkan food estate,” kata Heru dalam jumpa pers di Media Center TPN, Jalan Cemara, Menteng, Jakarta, Selasa (23/1/2024).

Menurutnya, konsep lumbung pangan ini sangat kompleks dan konsepnya terlalu besar.

Heru mengungkapkan, Ganjar-Mahfud akan mengintegrasikan petani-petani kecil yang lahan pertaniannya kecil.

“Sehingga mencapai skala yang cukup untuk melakukan korporatisasi, mekanisasi pertanian, intensifikasi pertanian, kemudian dikaitkan dengan ekosistem pangan yang ada di situ sehingga tidak hanya pertanian, tapi juga ada peternakannya,” ungkapnya.

Program yang diusung oleh pasangan nomor urut 2 itu, sambung Heru, bernama ekosistem pangan terpadu di desa-desa.

Tujuan dari program ini ialah mengubah atau mengangkat buruh tani menjadi pengusaha pertanian.

“Kita akan sesuaikan dengan kearifan lokal di daerah-daerah tertentu.”

“Petani-petani yang lahannya kecil-kecil coba kita integrasikan sehingga mencapai skala yang cukup,” ucapnya.

 

Contract Farming

Sementara itu, alternatif yang diajukan oleh Anies-Cak Imin sebagai pengganti food estate ialah contract farming.

Anies Baswedan pernah menjelaskan konsep ini dalam acara ‘Desak Anies’ di Asmara Garden, Gorontalo, Senin (8/1/2024).

Contract farming itu kontrak pembelian hasil panen. Kita di Jakarta membuat sebuah kerja sama dengan kelompok-kelompok tani agar produk pertanian mereka dibeli dan selama lima tahun dan disepakati harganya,” kata Anies.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu lantas menjelaskan, keunggulan contract farming ini menyediakan ‘plafon bawah’ dan ‘plafon atas’ sehingga petani dan pembeli mendapatkan kepastian.

“Pola seperti ini yang akan kita lakukan, bukan dengan food estate yang dalam kenyataannya membuka lahan baru, punya dampak lingkungan sementara bibit yang ditanam tidak bisa tumbuh, uang negara dialokasikan dan tidak kembali dengan optimal.”

“Jadi kami percaya dengan pola contract farming ini InsyaAllah bisa dilakukan di Gorontalo sehingga petani di sini memiliki rasa tenang atas produk pertaniannya,” tuturnya.

Kemudian, ketika menjawab keluhan petani yang mengatakan pemerintah selalu impor beras saat panen raya, Anies menyebut contract farming akan menyelamatkan masalah itu.

“Ketika panen lalu muncul impor, harga jatuh lalu petani justru mengalami kerugian. Ini yang InsyaAllah akan kami kendalikan sama-sama.”

“Kami ingin para petani itu memiliki kepastian harga itu sebabnya contract farming menyelamatkan,” ungkapnya.

Anies berpendapat bahwa dengan adanya contract farming, petani akan memiliki rasa aman karena adanya kontrak atas hasil produksi para petani.

“Kami melihat, ketidakpastian itu sistemik artinya bukan sesuatu yang disebabkan oleh pribadi-pribadi tapi keseluruhan tata niaganya menimbulkan ketidakpastian.”

“Dengan adanya kerjasama kontrak pembelian hasil panen, Insya Allah itu akan membuat rasa tenang,” jelasnya.

 

Food Estate

Sebagai informasi, food estate adalah kebijakan pemerinfood estatetah yang memiliki konsep pengembangan pangan secara terintegrasi.

Kebijakan ini masuk ke dalam Program Strategis Nasional (PSN) Pemerintahan Presiden Jokowi 2020-2024.

Program ini khusus pada sektor pertanian, perkebunan, termasuk peternakan di suatu kawasan.

Food estate mencakup berbagai komoditas seperti cabai, padi, singkong, jagung, kacang tanah, hingga kentang.

Lalu, program ini tersebar di sejumlah wilayah, di antaranya Kalimantan Tengah, Sumatra Utara, Nusa Tenggara Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, hingga Papua.

Proyek ini dikerjakan oleh Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Pertahanan, dan Kementerian PUPR.

 

(ar/lb)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *