Heboh Produk ASI Bubuk, Amankah Dikonsumsi si Kecil? – Liputan Online Indonesia

liputanbangsa.comBelakangan ramai di media sosial soal metode pembekuan ASI perah dan mengolahnya menjadi bubuk. Proses ini disebut sebagai freeze-dryed.

Hal ini ditanggapi oleh Ketua Satgas ASI Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr Naomi Esthernita Fauzia Dewanto, SpA(K).

Ia menjelaskan sampai saat ini belum ada penelitian yang menjelaskan soal manfaat dan dampak dari proses tersebut.

“Tanda bukti penelitian yang memadai, hingga saat ini belum jelas apakah freeze-dryed ASI memiliki rasio protein, lemak, karbohidrat yang tepat sebagai sumber nutrisi penting yang dibutuhkan bayi, berikut zat aktif untuk kekebalan tubuh dan tumbuh kembang bayi,” kata dr Naomi dalam keterangan pers, Kamis (8/5/2024).

Menurutnya, proses pengeringan ini bertujuan untuk menghilangkan kandungan air. Freeze-dryed ini bisa berdampak pada rasa dan kualitas dari ASI.

Metode freeze-dryed ini juga dikenal sebagai teknik lyophilization. Ini merupakan teknik yang dilakukan dengan tujuan memperpanjang umur simpan ASI dari yang semula enam bulan di dalam freezer menjadi tiga tahun.

Metode ini dilakukan dengan alasan penghematan ruang penyimpanan ASI dan kenyamanan ibu yang ingin terus memberi ASI di luar masa cuti melahirkan.

Adapun prosesnya meliputi pembekuan ASI pada suhu ekstrem -50 Celcius selama 3-5 jam.

Selanjutnya, mengubah ASI beku itu menjadi susu bubuk menggunakan teknik sublimasi, yakni transisi ekstraksi air selama dua hari langsung dari bentuk padat (es) ke gas (uap air) tanpa fase cair.

Umumnya, 1 liter ASI akan menghasilkan sekitar 140 gram susu bubuk.

 

Bagaimana Prosesnya?

Pembekuan ASI ini lazim dilakukan pada praktik rumahan, yang diteliti dapat menimbulkan serangkaian perubahan fisik pada komponen utama ASI.

Misalnya seperti pecahnya membran gumpalan lemak dan perubahan misel kasein, hingga penurunan komposisi faktor bioaktif protein seiring dengan lamanya penyimpanan beku.

Selain itu, metode freeze-dryed juga tidak melalui prosedur pasteurisasi yang berfungsi untuk membunuh bakteri berbahaya.

Dalam hal ini, proses tersebut sengaja dihindari untuk menjaga probiotik vital yang ada dalam ASI.

Dengan demikian, risiko kontaminasi tetap menjadi ancaman, khususnya pada saat rekonsiliasi penambahan air pada bubuk freeze-dryed ASI sebelum dikonsumsi bayi.

“Menyusui dan memerah ASI untuk bayi mungkin terasa melelahkan. Dan dapat dimengerti bila ibu ingin mencari cara termudah untuk memastikan bayi tetap memperoleh ASI,”

“Menyusui langsung dari payudara ibu sangat direkomendasikan agar dapat terjalin kontak erat antara ibu dan bayi, menumbuhkan rasa aman dan meningkatkan ikatan orangtua-anak. Menyusui bukan sekadar memberikan ASI,”

Sampai saat ini, metode freeze-dryed ini merupakan temuan yang relatif masih sangat baru.

Belum lengkap pembuktian melalui riset ilmiah, sehingga belum ada aturan atau rekomendasi penggunaannya oleh organisasi kesehatan, seperti Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), AAP, dan FDA.

Melihat fenomena ini, Satgas ASI IDAI memperingatkan kepada semua pihak agar tidak gegabah dalam mempromosikan atau memberikan freeze-dryed ASI pada bayi.

Terlebih pada bayi yang memiliki kondisi medis tertentu, seperti prematur, bayi yang mengalami gangguan kekebalan tubuh, hingga penyakit kronis.

 

(ar/lb)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *