Proyek Food Estate Disebut Gagal karena Langgar Kaidah Akademis – Liputan Online Indonesia

JAKARTA, liputanbangsa.comGuru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa menilai seluruh proyek food estate yang dijalankan Kementerian Pertahanan gagal dijalankan karena melanggar kaidah akademis yang ada.

Kaidah akademis itu ada empat, yaitu kelayakan tanah dan agroklimat, kelayakan infrastruktur, kelayakan sosial dan ekonomi, serta kelayakan teknologi.

“Mengapa (food estate) gagal? Karena melanggar kaidah akademis. Seluruh food estate di Indonesia melanggar empat pilar pengembangan lahan pangan,” kata Andreas dalam acara Outlook Ekonomi Sektor-sektor Strategis 2024 di Jakarta Selatan, Selasa (23/1/2024).

Ia mengatakan, empat pilar ini harus ada dan sempurna sebelum proyek food estate berjalan dan menguntungkan.

“Satu pilar tidak bisa dijalankan dengan baik, maka jawabannya pasti gagal,” ujar Andreas.

Ekonom itu kemudian menceritakan kisahnya ketika terlibat dalam proyek rice estate di Merauke pada 2015. Proyek tersebut memiliki luas lahan sebesar 1,2 juta hektar.

Ia mengatakan, saat itu pemerintah inginnya mengembangkan rice estate di Merauke dengan 4,6 juta hektar. Andreas heran karena luasnya Merauke sendiri saja 4,6 juta hektar.

“Memangnya jalan, rumah, semua mau dikonversi jadi sawah?” kata Andreas menirukan perkataannya saat itu.

Akhirnya, Andreas memberi angka 1,2 juta hektar dan itu digunakan untuk pembangunan rice estate pada 2015 lalu. Hasilnya kata dia nol besar alias proyeknya gagal.

 

“Sekitar setahun lalu saya ketemu direktur Medco karena pada saat itu saya diundang Arifin Panigoro untuk (hadir dalam acara, red) dialog. Direkturnya (saya tanya), ‘Gimana mas (proyek rice estate) di Merauke?’ (lalu dijawab) ‘Kami juga ga sanggup. Keluar juga dari Merauke’,” ujar Andreas.

Sementara itu, untuk pembangunan food estate pada periode 2020-2021, Andreas turut bercerita akan keterlibatannya saat itu.

Kala itu, ia terlibat untuk membantu BUMN pangan agar tidak ikut dalam proyek food estate.

Hasilnya, hingga saat ini, kata Andreas, tidak ada BUMN pangan yang terlibat dalam food estate.

Padahal, Wakil Menteri BUMN saat itu, Budi Gunadi Sadikin, telah memberi perintah agar BUMN pangan terlibat dalam pengembangan 30 ribu hektar lahan di Kalimantan Tengah di food estate.

“Kami lakukan uji coba. Hasilnya berapa? Hasilnya hanya 0,89 ton gabah kering panen per hektar. Itu kenyataan yang terjadi,” ujar Andreas.

 

(ar/lb)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *