5 Kota Tertua di Indonesia dan Sejarahnya – Liputan Online Indonesia

liputanbangsa.comPada 24 Juli 2024, Kota Salatiga genap berusia 1.274.

Menurut laman resmi pemerintah kota Salatiga, ada beberapa sumber yang dijadikan dasar untuk mengungkapkan asal-usul Salatiga, yaitu yang berasal dari cerita rakyat, prasasti, maupun penelitian dan kajian yang detail.

Dari beberapa sumber tersebut, Prasasti Plumpungan-lah yang dijadikan dasar asal-usul Kota Salatiga.

Berdasarkan prasasti ini Hari Jadi Kota Salatiga dibakukan, yakni tanggal 24 Juli tahun 750 Masehi ditetapkan dengan Peraturan Daerah Tingkat II Nomor 15 Tahun 1995 Tentang Hari Jadi Kota Salatiga.

Prasasti Plumpungan

Cikal bakal lahirnya Salatiga tertulis dalam batu besar berjenis andesit berukuran panjang 170 cm, lebar 160 cm dengan garis lingkar 5 meter yang selanjutnya disebut prasasti Plumpungan.

Berdasarkan Prasasti yang berada di Dukuh Plumpungan, Kelurahan Kauman Kidul, Kecamatan Sidorejo itu, maka Salatiga sudah ada sejak tahun 750 Masehi yang ada pada saat itu merupakan wilayah Perdikan.

Sejarawan yang sekaligus ahli Epigraf Dr. J. G. de Casparis mengalihkan tulisan tersebut secara lengkap yang selanjutnya disempurnakan oleh Prof. Dr. R. Ng Poerbatjaraka.

Prasasti Plumpungan berisi ketetapan hukum tentang status tanah perdikan atau swatantra bagi suatu daerah yang ketika itu bernama Hampra, yang kini bernama Salatiga.

Pemberian perdikan tersebut merupakan hal yang istimewa pada masa itu oleh seorang raja dan tidak setiap daerah kekuasaan bisa dijadikan daerah Perdikan.

Perdikan berarti suatu daerah dalam kerajaan tertentu yang dibebaskan dari segala kewajiban pembayaran pajak atau upeti karena memiliki kekhususan tertentu.

Dasar pemberian daerah perdikan itu diberikan kepada desa atau daerah yang benar-benar berjasa kepada seorang raja.

Prasasti yang diperkirakan dibuat pada Jumat, 24 Juli tahun 750 Masehi itu, ditulis oleh seorang Citraleka, yang sekarang dikenal dengan sebutan penulis atau pujangga, dibantu oleh sejumlah pendeta atau resi dan ditulis dalam bahasa jawa kuno:

“Srir Astu Swasti Prajabyah” yang berarti “Semoga Bahagia, Selamatlah Rakyat Sekalian“.

Sejarawan memperkirakan, bahwa masyarakat Hampra telah berjasa kepada Raja Bhanu yang merupakan seorang raja besar dan sangat memperhatikan rakyatnya yang memiliki daerah kekuasaan meliputi sekitar Salatiga, Kabupaten Semarang, Ambarawa, dan Kabupaten Boyolali.

Penetapan di dalam prasasti itu merupakan titik tolak berdirinya daerah Hampra secara resmi sebagai daerah Perdikan dan dicatat dalam prasasti Plumpungan.

Atas dasar catatan prasasti itulah dan dikuatkan dengan Perda No. 15 tahun 1995 maka ditetapkan Hari Jadi Kota Salatiga jatuh pada tanggal 24 Juli.

 

Zaman Penjajahan

Pada zaman penjajahan Belanda telah cukup jelas batas dan status Kota Salatiga, berdasarkan Staatblad 1917 No. 266 mulai 1 Juli 1917 didirikan Stood Gemente Salatiga yang daerahnya terdiri dari 8 desa.

Karena dukungan faktor geografis, udara sejuk dan letaknya sangat strategis, maka Salatiga cukup dikenal keindahannya di masa penjajahan Belanda.

 

Zaman Kemerdekaan

Kota Salatiga adalah Staat Gemente yang dibentuk berdasarkan Staatblad 1923 No. 393 yang kemudian dicabut dengan Undang-Undang No. 17 tahun 1995 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kecil Dalam Lingkungan Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat.

Ditinjau dari segi administratif pemerintah dikaitkan dengan kondisi fisik dan fungsi Kotamadya Daerah Tingkat II, keberadaan Daerah Tingkat II Salatiga yang memiliki luas 17,82 km dengan 75 persen luasnya merupakan wilayah terbangun adalah tidak efektif.

Berdasarkan kesadaran bersama dan didorong kebutuhan areal pembangunan demi pengembangan daerah, muncul gagasan mengadakan pemekaran wilayah yang dirintis tahun 1983.

Kemudian terealisasi tahun 1992 dengan terbitnya Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1992 yang menetapkan luas wilayah Salatiga menjadi 5.898 Ha dengan 4 Kecamatan yang terdiri dari 22 Kelurahan.

Berdasarkan amanat Undang-Undang No. 22 tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah, Kotamadya Daerah Tingkat II Salatiga berubah penyebutannya menjadi Kota Salatiga.

Usia Kota Salatiga saat ini, ternyata ada yang lebih tua lagi di Indonesia, yakni Palembang.

Berikut daftar 5 besar kota tertua di Indonesia.

1. Palembang

Di posisi pertama ada Palembang sebagai kota tertua di Indonesia. Dahulu, Palembang merupakan ibu kota dari Kerajaan Sriwijaya.

Dari prasasti Kedukan Bukit di Bukit Siguntang, sebelah barat Palembang, diketahui bahwa kota ini sudah ada sejak 16 Juni 682 Masehi.

Dengan demikian, usia Kota Palembang saat ini sudah lebih dari 1000 tahun.

2. Salatiga

Urutan kota tertua di Indonesia berikutnya yaitu Salatiga.

Diketahui sejarah Kota Salatiga bersumber dari Prasasti Plumpungan yang ada di Dukuh Plumpungan, Kelurahan Kauman Kidul, Kecamatan Sidorejo.

Dari prasasti yang ditemukan, Kota Salatiga diketahui sudah ada sejak 14 Juli 750 sebagai wilayah perdikan.

Perlu diketahui bahwa wilayah predikat merupakan suatu hal istimewa pada waktu itu dan tidak semua daerah mendapatkannya.

Sama seperti Palembang, usia kota ini juga sudah lebih dari 1000 tahun.

3. Kediri

Kota Kediri diketahui sudah ada sejak 27 Juli 879 Masehi. Jadi, pada 2024, Kota Kediri berumur 1.144 tahun.

Dari sisi usia Kota Tahu Takwa ini sudah cukup senior di antara kota-kota lain di Jawa Timur.

Sementara itu, Kota Kediri berdiri sebagai pemerintahan daerah (kota) berdasarkan UU nomor 16 Tahun 1950.

Bila mengacu pada UU tentang pembentukan Pemerintah Kota Kediri tersebut, saat ini Kota Kediri berumur 74 tahun.

4. Magelang

Magelang merupakan kota yang terletak di Provinsi Jawa Tengah. Magelang, sebagai salah satu kota tertua di Indonesia memiliki hari jadi pada 11 April 907 Masehi.

Usia tersebut didasarkan dari Prasasti POH, Prasasti Gilikan, dan Prasasti Mantyasih. Ketiganya merupakan prasasti yang ditulis di atas lempengan tembaga.

Nama Magelang sendiri bertolak belakang dari berbagai sumber, seperti cerita rakyat, dongeng, legenda dan sebagainya.

5. Banda Aceh

Kota tertua di Indonesia selanjutnya yaitu Banda Aceh. Kota ini dibangun oleh Sultan Johan Syah pada 1 Ramadhan 601 Hijriah atau 22 April 1205 Masehi.

Kota Banda Aceh juga diketahui sebagai kota Islam tertua di Asia Tenggara.

Kota Banda aceh juga memerankan peranan penting dalam penyebaran islam ke seluruh Indonesia.

Oleh karena itu, kota ini juga dikenal sebagai Serambi Mekkah.

 

(ar/lb)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *