liputanbangsa.com – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca dagang Indonesia surplus sebesar US$2,90 miliar pada Agustus 2024.
Realisasi ini lebih tinggi dibandingkan Juli yang surplus sebesar US$ 470 juta.
Surplus terjadi karena ekspor sepanjang Agustus 2024 yang tercatat US$ 23,56 miliar, lebih tinggi dibandingkan impor sebesar US$ 20,67 miliar sepanjang bulan lalu.
“Dengan demikian, neraca perdagangan Indonesia telah mencatatkan surplus selama 52 bulan berturut-turut sejak Mei 2020,” ujar Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini dalam konferensi pers, Selasa (17/9).
Ada lima komoditas utama yang paling banyak diekspor sepanjang bulan lalu, yakni lemak dan minyak hewani/nabati senilai US$2,92 miliar, bahan bakar mineral US$2,87 miliar, besi dan baja US$2,23 miliar.
Kemudian ada ekspor mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya sebesar US$1,25 miliar, serta bijih logam, terak, dan abu senilai US$1,14 miliar.
Sementara, komoditas yang paling banyak diimpor adalah mesin/peralatan mekanis dan bagiannya sebesar US$2,96 miliar; mesin/perlengkapan elektrik dan bagiannya sebesar US$2,23 miliar; besi dan baja senilai US$924,6 juta.
Lalu, ada impor kendaraan dan bagiannya senilai US$922,2 juta; serta plastik dan barang dari plastik sebesar US$819 juta.
Meski secara keseluruhan masih mengalami surplus, ternyata perdagangan Indonesia tekor dengan tiga negara utama, yakni China dengan defisit sebesar US$1,1 miliar, Australia minus sebesar US$549,7 juta, dan dengan Singapura turun US$312,9 juta.
Dengan China, defisit terbesar terdalam terjadi pada komoditas mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya, sedangkan dengan Australia dan Singapura masing-masing komoditas logam mulia dan perhiasan/permata dan bahan kimia organik
Â
(ar/lb)