SEMARANG, liputanbangsa.com – Perkumpulan Freemason memang jarang disebut dalam sejarah Indonesia, meski pernah memainkan peran penting dan sering diwarnai oleh berbagai teori konspirasi.
Freemason, atau Vrijmetselarij dalam bahasa Belanda, dikenal sebagai organisasi persaudaraan rahasia internasional yang pertama kali hadir di Nusantara melalui Radermacher, seorang pejabat tinggi VOC.
Pada tahun 1801, organisasi ini mendirikan loji pertamanya di Semarang dengan nama La Constante et Fidele, yang berlokasi di jalan yang sekarang disebut Jalan Imam Bonjol.
Loji yang dikenal sebagai Loge 31 ini kemudian menjadi salah satu loji terbesar dan bahkan menerbitkan buku peringatan berjudul Gedenkboek van Vrijmetselarij in Nederladsch Oost-Indie 1767-1917.
Dalam perkembangannya, loji ini juga mendirikan sekolah Hogere Burger School pada 1875 dan perpustakaan De Verlichting pada 1892 di Semarang, yang menjadi perpustakaan pertama di kota tersebut.
La Constante et Fidele kemudian dikenal dengan sebutan “Gedung Setan,” karena anggapan adanya aktivitas misterius yang dilakukan para anggotanya.
Nama ini juga muncul karena gedung tersebut dianggap sebagai “gedung sitaan” peninggalan Belanda yang kini dialihfungsikan menjadi Gedung Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah dan akhirnya dirobohkan pada 1975.
Setelah Indonesia merdeka, organisasi Freemason mulai menghadapi hambatan. Hubungan politik antara Indonesia dan Belanda yang tegang pada 1950-an membuat Freemason kehilangan eksistensinya di Indonesia.
Dikutip dari Historia, pada 1961, Presiden Sukarno menandatangani undang-undang yang melarang organisasi ini, dengan alasan bahwa prinsip Freemason dinilai tidak sesuai dengan kepribadian nasional.
Perjalanan sejarah Gedung Setan di Semarang pun berakhir, tetapi jejak Freemason di Indonesia tetap menjadi bagian dari cerita masa lalu yang penuh intrik dan misteri.
Â
(ar/lb)