Jakarta, liputanbangsa.com– Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Erma Yulihastin mengungkapkan ada potensi banjir di kawasan Jabodetabek, khususnya Tangerang. Disebut, potensi hujan ekstrem hingga badai terjadi pada 28 Desember 2022.
“Potensi banjir besar Jabodetabek. Siapapun anda yang tinggal di Jabodetabek, dan khususnya Tangerang atau Banten, mohon bersiap dengan hujan ekstrem dan badai dahsyat pada 28 Desember 2022,” kata Erma dalam unggahannya di Twitter, Selasa (27/12/2022).
Erma Yulihastin menyampaikan berdasarkan analisa data dari Satellite Early Warning System (Sadewa) dan menerangkan badai dahsyat dari laut akan berpindah ke darat melalui jalur barat dengan angin baratan yang membawa hujan badai dari laut, dan dari utara melalui angin permukaan yang kuat. sehingga menyarankan warga siaga.
“Maka Banten, dan Jakarta-Bekasi akan menjadi lokasi sentral tempat serangan badai tersebut. Dimulai sejak siang hingga malam hari pada 28 Desember 2022, Menjangkau wilayah lain di Jawa bagian barat,” katanya.
Kovergensi di darat pun akan masif sehingga hujan persisten pada 28 Desember 2020 akan meluas.
tidak hanya itu, Erma pun menyampaikan soal warpada ‘Tol Hujan’ laut dan darat pemicu banjir. Tol hujan itu merupakan badai yang sudah terbentuk pada pukul 03.00 WIB, Selasa (27/12) pagi.
“Tol hujan ini bernama badai Squall Line di laut (Samudera Hindia), yang bergabung dengan badai konvektif skala meso (MCC) yang terbentuk di darat dengan inti badai di atas wilayah Banten, dan sekitarnya,” pungkasnya saat dikonfirmasi.
Hujan ini menjadi penghubung kelembapan dari laut ke darat. Sekaligus menjadi jalan bagi badai untuk menimbulkan banjir di Jabodetabek dan sekitanya.
“Jalan tol hujan ini tak hanya menjadi penghubung bagi suplai kelembapan kontinu dari laut ke darat, tapi sekaligus menjadi jalan bagai badai untuk mengakumulasikan dan mentransfer energinya sehingga badai yang terbentuk bisa bersifat long-lasting atau bertahan lama (lebih dari enam jam), Bahkan juga bisa mengalami multiplikasi energi ketika berada di Selat Sunda. Mekanisme inilah yang dapat menimbulkan banjir besar di Jabodetabek sehingga harus kita waspadai,” ucapnya.
Selain itu Badai Squell Line marak terjadi sepanjang musim, dan sangat terkait dengan banjir rob parah. Erma telah melakukan studi pada 2020 tentang adanya relasi antara badai dan rob parah pada tahun itu.
“Tentu La Nina memberikan dukungan kelembapan, tapi dari data-data yang ada, kasus-kasus seperti ini akan sering dan selalu terjadi asalkan ada gaya pembangkitnya yaitu vorteks atau siklon,” katanya.
Erma mengatakan, persoalannya adalah saat ini dan di masa mendatan, terjadi perubahan iklim yang berdampak pada peningkatan frekuensi Siklon atau Vorteks.
“Perubahan iklim telah berdampak pada peningkatan frekuensi terjadinya vorteks, baik yang terbentuk di Samudra Hindia dekat Sumatra maupun di perairan Indonesia. Bahkan, mekanisme pembentukan siklon Seroja yang berdasarkan statistik sangat langka (100-200 tahun sekali) kini telah meningkat menjadi setahun sekali,” pungkasnya. lbi