SEMARANG, liputanbangsa.com – Komisi II DPR RI dan Gubernur Ganjar Pranowo bahas tiga hal dalam acara kunjungan kerja Panja Pembahasan RUU tentang Provinsi Jawa Tengah, pada Kamis (16/3).
Tujuan dari adanya kunjungan tersebut dijelaskan oleh Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia , yakni untuk menyelesaikan seluruh undang-undang, baik provinsi maupun kabupaten/kota yang selama ini terkendala dua hal.
“Pertama, alas hukumnya masih bukan undang-undang dasar 1945, masih undang-undang RIS. Kedua, tidak sesuai dengan amanat undang-undang 1945 yang memang pembentukan satu provinsi, kabupaten, dan kota itu berdasarkan satu undang-undang masing-masing,” jelasnya.
12 Provinsi telah diselesaikan Komisi II DPR RI dan saat ini penyelesaian undang-undang 8 provinsi termasuk Jawa Tengah sedang dikejar, menurut Doli.
Masukan dari Gubernur Jateng Ganjar Pranowo yang sudah sangat sistematis membuat Politisi Golkar itu senang karena rapat dengan Pemprov Jateng tak memakan waktu lama.
“Kami mendapatkan banyak masukan, presentasi dari Pak Gubernur luar biasa bagus juga, sangat sistematis. Makanya rapatnya tidak perlu lama-lama, cuma sebentar saja kami sudah dapat poinnya,” ujarnya.
Cakupan atau batas-batas wilayah, pelurusan sejarah dan soal karakteristik pembangunan di Jawa Tengah merupakan tiga masukan yang disampaikan Gubernur Ganjar Pranowo.
“Tinggal nanti kami bawa ke DPR dan menjadi masukan yang penting buat kami,” tandasnya.
Atas kunjungan tersebut, Komisi II DPR RI mendapatkan apresiasi dari Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Pertemuan tersebut, kata Ganjar, menjadi momentum untuk harmonisasi dan sinkronisasi perbedaan regulasi.
“Insyaallah dalam waktu yang tidak lama, di bulan ini juga undang-undang ini akan selesai. Maka kami jemput bola dengan Perda,” katanya.
Pelurusan sejarah merupakan hal penting yang disampaikan menurut Ganjar Pranowo. Saat ini, melalui Perda no 7 tahun 2004, Hari Jadi Provinsi Jawa Tengah adalah 15 Agustus 1950.
Hal ini kurang sesuai dengan sejarah, karena Raden Pandji Soeroso Tjondronegoro diangkat menjadi Gubernur Jawa Tengah pertama pada 19 Agustus 1945.
“Jangan sampai asumsi atau pikiran-pikiran yang mengatakan bahwa gubernur pertama (Jateng) tidak diakui, tidak. Kami mengakui seluruh gubernur. Bahwa ada perbedaan tanggal lahir itu dibicarakan, hanya butuh keputusan politik berbasis pada sejarah yang ada saja. Setelah sepakat kita bisa berjalan,” ujar Ganjar.
Persoalan cakupan atau batasan wilayah, didorong oleh Ketua PP Kagama itu agar dapat ditetapkan dengan landasan yang pasti. Apakah itu dengan bentang alam seperti yang berjalan saat ini, atau secara digital.
“Kalau bentang alam kan bisa berubah, kecuali kesepakatannya, ‘Yaudah bentang alam nggak usah digital’. Maka kalau bentang alam berubah, batasnya akan ikut berubah. Tapi rasa-rasanya, dengan teknologi digital hari ini, kami jauh bisa memastikan dengan lebih baik,” tegasnya.
Lebih lanjut, Ganjar berikan masukan ketiga terkait karakteristik pembangunan. Menurutnya, secara umum seluruh Jawa relatif sama.
“Nanti kami menunggu saja klaster-nya seperti apa. Tapi kami mendukung penuh, kami akan kasih data penuh agar kota bisa mendapatkan kepastian hukum yang lebih baik,” pungkasnya. (afifah/lbi)