Penyebab Motor Listrik Kurang Laku di Indonesia – Liputan Online Indonesia

Pengemudi ojek daring mengganti baterai sepeda motor listrik dengan yang sudah penuh terisi di Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU) di SPBU Pertamina, Jalan MT Haryono, Jakarta, Senin (28/3/2022). Pemerintah Indonesia menargetkan dua juta kendaraan listrik dapat digunakan oleh masyarakat Indonesia pada 2025 sebagai salah satu upaya untuk menerapkan penggunaan energi terbarukan.

liputanbangsa.comMotor listrik masih kurang diminati di Indonesia.

Bila dibandingkan dengan penjualan motor konvensional, perbedaannya bak bumi dan langit.

Motor konvensional bisa terjual di atas 6 juta unit per tahunnya, sementara motor listrik hanya terjual belasan ribu hingga puluhan ribu unit per tahunnya.

Lantas kenapa motor listrik belum banyak diminati konsumen Indonesia?

Dijelaskan Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Sepedamotor Indonesia (AISI) Hari Budianto, tahun ini penjualan motor listrik di Indonesia diproyeksikan tembus 70 ribu unit.

Angka tersebut tergolong kecil jika dibandingkan penjualan motor konvensional yang sepanjang Januari-Oktober 2024 terjual 5,4 juta unit.

“Tahun ini kemungkinan akan mencapai angka 70 ribuan. Memang jauh perbandingannya (dengan motor konvensional). Motor listrik terjual 6.000-an per bulannya,” ungkap Hari kepada wartawan di Cikarang, belum lama ini.


Capaian itu memang jauh dari kata ideal, apalagi sebelumnya pemerintah menargetkan industri roda dua untuk memproduksi motor listrik sebanyak dua juta unit pada tahun 2025.

Kata Hari, motor listrik belum bisa diterima masyarakat umum di Indonesia lantaran merupakan teknologi baru, sehingga butuh waktu bagi masyarakat untuk bisa menerima keberadaan motor listrik.

“Masih banyak faktor. Salah satunya harga. Oke dikasih insentif, tapi kan orang Indonesia itu naik motor supaya bisa dipakai kapan saja dan ke mana saja. Mereka melakukan kegiatan ekonomi, yang paling murah untuk sarana mobilitas itu sepeda motor,” jelas Hari.

Menurut Hari, motor banyak diandalkan oleh pekerja di sektor non-formal maupun formal.

Dengan mengendarai motor, mereka lebih bisa mengatur waktu. Nah, kalau mereka menggunakan motor listrik, mereka bisa direpotkan dengan urusan mengisi ulang daya baterai.

“Oke motor sekarang sudah punya teknologi baterai swap. Tapi fokusnya di mana? Paling di Jakarta kan? Misalnya orang mau bepergian ke Cikarang mungkin masih berani ya, beberapa motor pakai dua baterai dengan jarak tempuh kurang lebih 60 km. Tapi kan tahu sendiri harga baterai itu masih mahal, 40% dari harga motor,” jelas Hari lagi.

“Maka itu, hal seperti inilah yang harus diselesaikan oleh kita semua, supaya bagaimana motor listrik itu bisa dipakai ke mana saja dan kapan saja,” terang Hari.

 

(ar/lb)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *