BANDUNG, liputanbangsa.com – Pihak keluarga tujuh terpidana kasus pembunuhan Vina dan Eky Cirebon pada 2016 lalu mendatangi Bareskrim Polri, Jakarta pada Senin (10/7/2024).
Kedatangan mereka didampingi oleh mantan Bupati Purwakarta sekaligus anggota DPR RI, Dedi Mulyadi untuk melaporkan dua saksi bernama Aep dan Dede atasa tuduhan dugaan member kesaksian palsu.
“Hari ini kita berangkat dari keyakinan bahwa tujuh terpidana yang hari ini masih mendekam di penjara dengan vonis penjara seumur hidup, bahwa mereka tidak melakukan perbuatan pidana dengan tuduhan pembunuhan dan pemerkosaan dan mereka masuk ke penjara itu karena salah satunya ada kesaksian yang disampaikan oleh Aep dan Dede,” kata Dedi di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu.
Kesaksian Aep dan Dede, kata Dedi, akan diuji setelah laporan polisi tersebut diterima guna memastikan keterangannya benar atau salah.
“Ini adalah bagian dari cara kita membebaskan tujuh terpidana yang hari ini maaih mendekam di penjara, setelah Pegi Setiawan terbebas melalui putusan praperadilan di Pengadilan Neger Bandung,” ungkap politikus Partai Gerindra tersebut.
Dia mendapatkan informasi dari salah satu terpidana bernama Rifaldi, bahwa sebelumnya ditangkap bukan karena kasus pembunuhan, tetapi kasus senjata tajam. Bahkan, senjata itu jenisnya mandau bukan samurai.
“Kemudian di pengadilan itu mandau itu disebut samurai, itu yang pertama. Yang kedua bahwa para terpidana kemarin menyampaikan pada kami, mereka ditangkap di depan SMP 11 oleh unit narkoba dipimpin oleh Iptu Rudiana, kemudian dimasukkan ke unit narkoba dan mengalami berbagai penyiksaan, setelah itu mereja disodorkan berita acara yang harus ditandatangani,” ujar Dedi.
Selain itu, para terpidana juga disebut menyampaikan bahwa batu dan bambu yang disebut di pengadilan adalah balok.
Padahal, kata Dedi, bambu itu disiapkan oleh Jaya (terpidana) dan Sudirman (terpidana), yang waktu itu disuruh nyari bambu dan batu sebagai alat bukti.
“Kemudian yang berikutnya adalah, saya mengajak pada semua, kita ini hari ini terkecoh oleh satu, orang yang kesurupan namanya Linda, kemudian Linda direkam oleh kakaknya Vina, kemudian diserahkan ke Iptu Rudiana,” katanya.
Menurutnya, Linda menyampaikan saat kesurupan bahwa ada pemerkosaan dan pembunuhan oleh 11 orang.
Kemudian, tiga orang dinyatakan daftar pencarian orang (DPO). Jumlah DPO pun dianulir Polda Jawa Barat menjadi dua orang berdasarkan keterangan terpidana Sudirman.
“Dan kita tahu Sudirman tidak memiliki kapasitas daya pikir yang cukup untuk memberikan penjelasan hukum yang berakibat pada terpenjaranya orang lain dan Sudirman saya yakin kalau ditanya hari ini beda lagi. Ini yang terjadi,” papar Dedi.
Sementara itu, Kuasa hukum tujuh terpidana dari Peradi, Jutek Bongso mengaku turut membawa sejumlah barang bukti yang membantah pernyataan Aep dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) awal.
Mulai dari surat pernyataan masing-masing terpidana, putusan dari Pengadilan Negeri Cirebon, hingga keterangan dari sejumlah saksi baru.
“Banyak sekali bahkan saksi baru yang menguatkan bahwa apa yang disampaikan Aep dan Dede itu patut diduga tidak benar makanya kita minta diuji,” tuturnya.
Diketahui, sosok Aep sendiri merupakan pekerja pencucian kendaraan yang menjadi salah satu saksi di kasus Vina.
Keterangan Aep tercatat dalam berita acara pemeriksaan (BAP) oleh Iptu Rudiana yang merupakan ayah dari Eky.
Pada saat kejadian itu, Aep mengaku sedang berada di tempatnya bekerja dan melihat detik-detik Vina dan Eky melintas di depan warung tempat para terpidana sedang berkumpul.
Seperti diketahui, kasus pembunuhan Vina di Kota Cirebon kembali mencuat setelah film yang diadaptasi dari kasusnya, “Vina: Sebelum 7 Hari”, dirilis dan menjadi perbincangan hangat.
Kasus ini sejatinya terjadi pada tahun 2016, ketika Vina diperkosa dan dibunuh oleh sejumlah anggota geng motor.
Dalam kasus ini, polisi telah menangkap 8 dari 11 pelaku.
Tujuh di antaranya dijatuhi hukuman penjara seumur hidup, yakni Rivaldi Aditya Wardana, Eko Ramadhani, Hadi Saputra, Jaya, Eka Sandi, Sudirman dan Supriyanto.
Sementara, satu terpidana lainnya yaitu Saka Tatal yang dijatuhi hukuman 8 tahun penjara.
Setelah delapan tahun, satu DPO atas nama Pegi Setiawan alias Pegi Perong ditangkap polisi pada Selasa (21/5/2024) malam.
Adapun Pegi ditangkap di kawasan Bandung, Jawa Barat. Selama pelariannya, Polisi mendapat informasi sementara jika Pegi bekerja sebagai buruh bangunan di Bandung.
Namun, sejalan dari situ, dua orang yang masuk daftar pencarian orang (DPO) bernama Andi dan Dani dinyatakan tidak ada dan dihapuskan.
Â
(ar/lb)