liputanbangsa.com – Kementerian Sosial (Kemensos) bergerak membantu puluhan warga terdampak gempa di lembah pegunungan Wamena, Papua.
Bantuan rumah tinggal disediakan Kementerian Sosial untuk 72 warga dan ditempatkan di lahan seluas 26.091 meter persegi, di bawah pengawasan keuskupan Jayapura.
Staf Khusus Menteri Bidang Komunikasi dan Media Massa pada Kementerian Sosial, Don Rozano Sigit Prakoeswa mengatakan, bencana gempa bumi beberapa waktu lalu di lembah Wamena, membuat 72 rumah korban terdampak.
Kementerian Sosial melakukan relokasi kepada korban terdampak.
“Ini kan ada 72 rumah korban bencana, kemudian kita relokasi karena tidak mungkin membangun di tempat yang lama,” ujar Don saat mengunjungi pembangunan rumah di Koya Timur, Jayapura, Senin (26/8/2024).
Don menjelaskan, Kementerian Sosial bersama keuskupan Jayapura membuka lahan relokasi untuk memberdayakan warga yang terdampak dan menempati rumah. Don melihat secara langsung lokasi relokasi dan kondisi rumah yang telah di bangun untuk warga terdampak gempa.
“Rumahnya sudah jadi, kualitasnya lumayan dan bagus,” jelas Don.
Kementerian Sosial sedang melakukan upaya penyelesaian instalasi listrik dan air yang nantinya digunakan untuk warga terdampak gempa.
Rencananya, untuk memenuhi kebutuhan pasokan listrik, Kementerian sosial akan menggunakan solar cell atau memanfaatkan tenaga Surya.
“Untuk airnya lagi dilihat, teman-teman sudah melakukan pengecekan ada dua sumber air,” ucap Don.
Salah satu sumber air akan dilakukan , salah satu sumber air membutuhkan treatment untuk didistribusikan sebagai air bersih. Tidak hanya itu, air tersebut nantinya akan disalurkan ke stasiun khusus sehingga dapat dijadikan air minum.
“Ada stasiun khusus untuk air minum,” terang Don.
Warga Terdampak Gempa
Don mengungkapkan, sebelumnya Kementerian Sosial mendapatkan kabar dari keuskupan, adanya bencana dan warga terdampak gempa.
Rumah warga yang mengalami kerusakan, di tampung sementara di rumah uskup guna dijadikan tempat tinggal sementara.
“Kami merasa bahwa kami harus hadir membantu saudara-saudara kita di Papua yang terkena bencana,” ungkap Don.
Kementerian Sosial berkomunikasi dengan keuskupan membantu warga tidak hanya sekedar menempatkan rumah yang di bangun Kementerian Sosial.
Bersama dengan Keuskupan, Kementerian Sosial membuat pemberdayaan kepada warga terdampak gempa.
“Kami menyerahkan pada sisi proses bagaimana kemudian pemanfaatan secara optimal dan bisa terjaga. Kami ingin menjadi laboratoriumnya teman-teman keuskupan,” tutur Don.
“Adapun laboratorium yang di maksud, lanjut Don, yakni mengenai cara pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan,” kata Don.
Don menilai, pemberdayaan yang dilakukan Kementerian Sosial dapat meningkatkan kemampuan warga Papua memanfaatkan lahan untuk pertanian, perkebunan, perikanan, dan peternakan. Selain itu, Kementerian Sosial bersama keuskupan Jayapura akan membangun sekolah di Wamena.
“Jadi kita harus bertransformasi saudara-saudara kita di Papua, untuk mereka bisa hidup lebih baik dengan cara bertani, beternak, dan memelihara ikan,” ucap Don.
Apresiasi Bantuan
Komisi Perumahan dan Pertanahan Keuskupan Jayapura, Hilarrius Warsito mengapresiasi bantuan yang diberikan Kementerian Sosial untuk 72 warga terdampak bencana. Nantinya warga yang akan menempati bantuan rumah akan diseleksi terlebih dahulu sehingga tepat sasaran.
“Kami seleksi betulkah ini korban bencana, Kita sesuaikan dengan kelurahan setempat, masih kami cross check sampai saat ini,” ujar Warsito.
Warsito menegaskan, seleksi terhadap korban terdampak bencana sebagai upaya bantuan dimanfaatkan warga yang tidak berhak. Hal itu dilakukan untuk menjaga kepercayaan yang diberikan Kementerian Sosial kepada Keuskupan Jayapura.
“Jadi kita tidak sembarangan menempatkan mereka, saya nggak mau ada yang nyusup-nyusup tidak bertanggung jawab,” tegas Warsito.
Keuskupan Jayapura akan mendampingi korban terdampak gempa yang mendapatkan bantuan untuk pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan. Keuskupan Jayapura akan memberikan penilaian apabila terdapat warga menerima bantuan namun tidak produktif.
“Kalau yang tidak produktif, saya suruh pindah karena dalam penempatan itu harus menandatangani pernyataan,” terang Warsito.
Warsito menilai, pembangunan rumah yang dibangun merupakan pemberdayaan sosial sehingga tidak ditempati secara permanen, namun bergantian. Apabila dalam jangka waktu empat tahun tidak produktif, maka akan digantikan dengan warga lain.
“Orang dari Jadi gantian, kalau 4 tahun ke produktif keluar di tempatkan orang lagi, maaf orang dari PNG (Papua New Guinea) saat mampir menilai rumah pemberdayaan sangat bagus,” pungkas Warsito.
(ar/lb)