[ad_1]
Qatar adalah negara yang berada di persimpangan antara modernisasi dan tradisi. Namun dalam peringkat global ketidaksetaraan gender, Qatar berada di urutan ke-44. Negara ini secara eksplisit menyatakan komitmennya terhadap kesetaraan gender, namun tetap menegakkan hukum yang berimbang di bidang waris, pernikahan, dan pengadilan.
Terpilih sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022, hak-hak perempuan di Qatar pun turut menjadi perhatian masyarakat internasional. Sikap terhadap perempuan membaik di Qatar, namun ada beberapa kontradiksi utama yang perlu diingat. Berikut adalah hak-hak perempuan di Qatar seperti yang dilansir dari Expatica.
Hak Politik Perempuan di Qatar
![]() Ilustrasi hak politik perempuan di Qatar/Foto: Unsplash.com/JohnnyGreig
|
Qatar adalah negara Teluk pertama yang mengizinkan perempuan untuk memilih bersama pria sejak tahun 1999. Di Qatar, perempuan adalah minoritas yang signifikan dalam jabatan politik. Karena negara ini bukan negara demokrasi, dewan tidak memiliki otoritas legislatif tertinggi untuk membuat kebijakan untuk ditegakkan.
Dewan Kota Pusat menasihati Menteri Urusan Kota dan pada tahun 2015, hanya dua perempuan yang pernah terpilih menjadi dewan beranggotakan 29 orang. Baru-baru ini, empat perempuan diangkat ke Shura, parlemen Qatar, yang bertanggung jawab meninjau anggaran negara, menyusun undang-undang, dan memeriksa kebijakan pemerintah. Meski begitu, perempuan umumnya tidak memiliki kehadiran politik yang kuat di Qatar.
Hak Ekonomi Perempuan di Qatar
![]() Perempuan Qatar dibebaskan berbisnis/Foto: Unsplash.com/visualspace
|
Perempuan di Qatar memiliki hak untuk bekerja. Namun, mereka biasanya akan mendapatkan persetujuan keluarga atas pilihan karier mereka dan mengejar pekerjaan yang dapat diterima secara sosial. Jumlah pekerja perempuan di Qatar terus meningkat, dengan 51 persen perempuan bekerja.
Sayangnya, perempuan rata-rata masih mendapatkan 70 persen dari penghasilan pria dan cenderung menganggur. Sebagian besar perempuan di Qatar bekerja di sektor swasta dan lebih sedikit lagi yang menduduki posisi puncak dengan beberapa pengecualian. Banyak perempuan berhenti atau mengurangi pekerjaan setelah mereka menikah atau memiliki anak.
Dalam bisnis, perempuan di Qatar bebas untuk membuka dan menjalankan bisnis mereka sendiri meski hanya sedikit yang melakukannya. Menurut data World Bank tahun 2018, sekitar 12,6 persen bisnis di Qatar dimiliki oleh perempuan dan angka ini lebih tinggi dari Uni Emirat Arab tapi lebih rendah dibandingkan Arab Saudi. Terlepas dari pasangan, perempuan di Qatar mempunyai hak untuk memiliki properti dan mengontrol pendapatan serta aset mereka sendiri.
[ad_2]
liputanbangsa.com