Pedagang Atribut Partai Sepi Pembeli di Tahun Politik – Liputan Online Indonesia

JAKARTA, liputanbangsa.comEuforia pemilihan umum (pemilu) di tahun 2024 kian terasa.

Apalagi pada Minggu, 7 Januari 2024, nanti Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan mengadakan debat Pilpres ke-3 yang membuat suasana pemilu tahun ini kian meriah.

Untuk mendongkrak elektabilitas, tidak sedikit kelompok-kelompok pendukung bakal calon Presiden-Wakil Presiden, Legislatif, hingga Kepala Daerah membuat berbagai jenis atribut partai untuk keperluan kampanye. Lantas bagaimana geliat usaha para penjual kaos-atribut partai saat ini?

Salah seorang penjual atribut partai di Pasar Senen, Jakarta Pusat, bernama Joe malah elus dada, lantaran musim pemilu tahun ini toko miliknya sepi orderan, khususnya untuk produk kaos partai, sedangkan untuk atribut lain seperti baliho, kartu nama, hingga stiker terpantau meningkat meski peningkatannya tidak begitu besar.

“Kurang ramai pesanan sih kalau tahun ini. Mungkin di produksi kaos, tahun ini memang agak turun sih, mungkin di yang lain kaya baliho atau kartu nama stiker meningkat sih,” kata Joe, Rabu (3/1/2024).

Menurutnya kondisi ini berbeda jauh dengan musim pemilu tahun-tahun sebelumnya.

Misalkan saja pada 2019 lalu ia bisa menerima orderan hingga 10.000 kaos partai per calon legislatif atau kepala daerah, sementara tahun ini mendapat pesanan hingga 2.000 kaos partai per calon saja sudah bagus.

“Ya misalkan saja 2019 kita bisa dapat pesanan 10.000 kaos, sekarang 2.000 saja sudah bagus, gitu aja hitungnya. Ada juga sih toko yang bagus penjualannya, tapi kan pas 2019 rata tuh pendapatannya, ibaratnya kebagian semua tuh, kalau sekarang ada sih toko yang bagus tapi paling satu dua lah,” ungkapnya.

Senasib dengan Joe, seorang pedagang kaos dan atribut partai lain di Pasar Senen bernama Sokani mengaku hingga saat ini toko miliknya belum mendapatkan banyak orderan.

Padahal menurutnya pada Februari mendatang sudah masuk masa tenang Pemilu 2024.

“Pesanan-pesanan (tahun ini) sudah turun, biasanya kalau dulu ya pesanan (atribut partai) itu setahun sebelum pemilihan itu sudah mulai dipesan,” tutur Sokani.

Menurutnya kondisi ini sangat berbeda dengan masa Pemilu 2019 lalu di mana para calon sudah mulai memesan kaos dan atribut partai sejak 1 tahun sebelum pemilihan.

Tahun ini ia hanya banyak menerima pesanan dari para relawan yang jumlah orderannya tidak begitu besar.

“Kalau pesanan tuh lebih bagus 2019, kalau sekarang paling pesanan-pesanan dari relawan, paling sepuluh lusin kaos, itu aja sih, nggak banyak,” tambahnya.

Pedagang Kena Ghosting, Omzet Terus Turun

Kondisi sepi orderan ini tentu berimbas langsung pada omzet pendapatan para pedagang. Misalkan saja Joe yang mengaku total omzetnya selama masa kampanye pemilu 2024 ini sekitar Rp 50 juta.

Kondisi ini sedikit berbeda dibandingkan musim pemilu sebelumnya yang mana tokonya bisa meraup total omzet Rp 70-80 juta.

“Dari awal belanja pemilu sampai sekarang omzet ya paling Rp 50 jutaan lah, nggak lebih. Paling ada cuma nanya-nanya nggak pesan kaos, makanya maksimalin yang langganan tadi,” kata Joe.

“Kalau 2019 itu kan setahun sebelum pemilihan sudah pesen, konveksi sudah ramai. Itu walaupun nggak sampai Rp 100 juta, (total omzet) Rp 70-80 juta lah,” tambahnya.

Joe berpendapat kondisi ini terjadi lantaran banyak calon legislatif atau calon kepala daerah yang menahan pesanan hingga mendapat penetapan nomor urut pemilihan.

Saat mendapat nomor urut tidak semua pelanggannya jadi, alias kena ghosting.

“Nah, pertama kan awalnya menahan (pesanan) karena belum dapat nomor (urut pemilihan) nih kan nomor belum fix, pas nomor sudah keluar ada yang jadi, ada yang nggak, cuma sebatas paling minta kartu nama, baliho,” terangnya.

Kemudian ada juga pedagang kaos dan atribut partai lain di Pasar Senen bernama Sokani yang mengaku omzet tahun ini menurun cukup drastis dibandingkan musim pemilu sebelumnya.

Tahun ini ia mengaku mendapat omzet kurang dari Rp 100 juta, padahal pada 2019 lalu ia masih bisa membawa pulang sekitar Rp 500 juta.

“Musim (pemilu) ini Rp 100 juta saja nggak dapat, kalau saya ya, tapi rata-rata (toko lain) kurang dari segitu lah. Kalau dulu (2019) Rp 500 juta ada lah ya,” katanya.

Sama seperti Joe, ia berpendapat kondisi ini terjadi karena lantaran para calon baru mendapat penetapan nomor urut pemilihan pada Desember lalu.

Menurutnya hal ini membuat periode kampanye menjadi sangat singkat.

 

(ar/lb)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *