liputanbangsa.com – Anggota polisi disebut biasa bawa pulang baju impor bekas atau thrift. Informasi tersebut berasal dari konten status yang tersebar di media sosial. Alhasil, polisi menetapkan 3 orang tersangka yang berhubungan dengan konten status tersebut.
Mulanya, konten status itu dijelaskan Direktur Reskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Auliansyah Lubis, tersebar dari suatu akun Twitter bernama @Askrlfess yang mengunggah tangkapan layar status Whatsapp yang membicarakan barang bukti baju bekas itu.
“Kami melakukan penyidikan akun tersebut berdiri November 2019 oleh seseorang atas nama IAS. Kami menangkap IAS kami tangkap di Cebongan, Salatiga, Jawa Tengah,” kata Auliansyah di Jakarta, Kamis (6/4).

IAS yang merupakan pemilik akun @Askrflfess sekaligus tersangka kasus ini memberikan penjelasan kepada polisi jika akun Twitter yang dikelolanya memiliki sistem bot yang digunakan untuk meneruskan unggahan yang dikirim pengguna lain ke akun @Askrlfess.
Pihak kepolisian semakin memperluas kasus usai menangkap IAD hingga berlanjut menangkap seseorang berinisial EW di Balikpapan, Kalimantan Timur.
“Kronologinya, EW yang meminta IAS menghubungi lewat DM (direct message) untuk meneruskan atau membuat bahasa atau kata-kata terus dikasih ke orang lain,” ucap Auliansyah.
Seorang perempuan berinisial AM juga turut ditangkap polisi atas keterlibatannya dalam kasus ini. Lokasi penangkapannya berada di daerah Sukabumi, Jawa Barat. Diketahui, AM merupakan pihak yang membuat status Whatsapp tersebut.
Berdasarkan status Whatsapp yang diunggahnya itu, AM menuliskan kata-kata ‘Ngakak banget punya aa, katanya nggak usah beli baju Lebaran. Di kantor banyak barang-barang sitaan nanti dibawa pulang. Risiko punya aa kerja di Dirkrimsus ya gini’.
“AM ini yang pertama kali buat postingan di Whatsapp,” ujar Auliansyah.
Tindakan ketiga tersangka ini membuat mereka ditahan di Rutan Polda Metro Jaya dengan jeratan Pasal 28 ayat 2 jo Pasal 45 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE dan atau Pasal 14 dan Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
“Dengan ancaman penjara enam tahun atau denda maksimal Rp1 miliar,” kata Auliansyah. (afifah/lbi)