SOLO, liputanbangsa.com – Pengepul susu sapi perah, UD Pramono, pusing dapat tagihan pajak Rp 671 juta yang berujung pemblokiran rekening banknya.
Pemilik UD Pramono yang menaungi 1.300 peternak sapi, Pramono (67), pun mengancam menutup usahanya.
“Ya yang paling banyak kebingungan peternak, yang kedua karyawan, yang ketiga ya saya tho. Saya walaupun biasa-biasa tapi ya tetap bingung tho, wong namanya usaha 19 tahun hancur satu kali pukul tho,” ungkap Pramono saat ditemui di rumahnya, Rabu (6/11/2024).
Kasus ini berawal saat Pramono mendapat tagihan pajak dari KPP Pratama senilai Rp 671 juta yang merupakan tagihan pada tahun 2018.
Pramono mengaku sejak memulai usaha pada 2015 dia membayar pajak per tahun senilai Rp 10 juta.
Dia pun meminta tolong pegawai pajak untuk menghitungkan pajaknya karena hanya lulusan SD sehingga tak bisa mengurus administrasinya. Kondisi itu berlanjut hingga 2019 silam.
Sejak itu, Pramono mengaku tak pernah mendapat panggilan dari kantor pajak. Dia pun mengira urusan pajaknya selesai dan sudah dipotong dari hasil penjualannya.
Begitu juga pada 2020, Pramono mengira urusan pajaknya sudah rampung. Namun, pada 2021 lalu dia mendapat surat dari kantor KPP Pratama Solo.
“Saya dipanggil ke Solo, dikenakan Rp 2 miliar. Saya nggak tahu, pikiran saya cuma candaan saja. Dipanggil lagi, saya lupa (kapan), dipanggil lagi, dikenakan pajak Rp 671 juta. Saya nggak sanggup. Disuruh nawar saya nggak sanggup, kan nggak masuk akal,” kata Pramono.
Setelah itu, Pramono mulai diajari administrasi menghitung pajaknya. Setelah mendapatkan pelajaran itu, pada 2018 pajak yang dia bayarkan tetap Rp 5 juta.
Lalu pada 2019, dia terkena pajak Rp 75 juta, dan pada 2020 Pramono mengaku sempat ditawari membayar Rp 200 juta supaya urusan pajaknya dianggap selesai.
Setelah membayar Rp 200 juta itu, Pramono merasa urusan pajaknya di KPP Pratama sudah rampung.
Namun beberapa bulan berikutnya, Pramono justru kembali dipanggil ke KPP Pratama Boyolali untuk tanda tangan penyelesaian.
“Akhirnya ditagih lagi Rp 671 juta itu, saya disuruh bayar. Katanya Rp 200 juta semua sudah selesai,” terangnya.
Pramono pun menyatakan taat membayar pajak. Sejak awal tahun 2024 ini, dia pun aktif membayar pajak ke KPP Pratama.
“Tapi caranya orang yang nggak punya kemampuan pendidikan administrasi itu, saya minta dipotong saja. Berapa saja saya mau. Kalau orang-orang seperti saya itu berilah kelonggaran aturan,” ucapnya.
UD Pramono sendiri menaungi sekitar 1.300 peternak dari enam kecamatan di Boyolali, mulai dari Mojosongo, Musuk, Tamansari, Cepogo, Ampel, hingga Jatinom, Klaten.
Setiap hari produksi susu dari UD Pramono dari enam kecamatan itu mencapai sekitar 20 ribu liter, dan disetorkan ke dua perusahaan yakni Indolakto dan Cimory.
Rekening Diblokir
Pramono mengungkap rekening banknya diblokir sejak 4 Oktober 2024 lalu. Dia mengaku baru tahu rekeningnya diblokir saat akan mengambil uang di bank.
“Setiap hari kan mengambil uang untuk membayar susu ke petani,” ujar Pramono.
Pramono pun sempat memutuskan untuk menutup usahanya mulai 1 November 2024.
Namun, pada 28 Oktober lalu, seratusan peternak menggeruduk KPP Pratama Boyolali ntuk mencari kejelasan tentang pemblokiran rekening Pramono.
Pemilik UD Pramono, Pramono, saat menerima kunjungan Komwasjak di rumahnya Desa Singosari, Kecamatan Mojosongo, Boyolali, Rabu (6/11/2024).
Pemilik UD Pramono, Pramono, saat menerima kunjungan Komwasjak di rumahnya Desa Singosari, Kecamatan Mojosongo, Boyolali, Rabu (6/11/2024). Foto: Jarmaji/detikJateng
Peristiwa yang dialami UD Pramono itu pun mencuat hingga akhirnya mendapat perhatian Pemkab Boyolali.
Pramono pun urung menutup usahanya. Dia pun melakukan beragam upaya agar bisa membayar petani mulai dari merogoh tabungan dan menghentikan usaha simpan pinjam tanpa bunga hingga menjual enam ekor sapi miliknya.
“Bagaimana caranya biar ada dana,” ujar dia.
Pramono mengaku masih menjalankan usahanya sebagai langkah menghargai upaya Pemkab yang memperjuangkan.
Namun, jika memang tidak bisa diselamatkan, dan rekeningnya tidak bisa dicairkan, Pramono pasrah akan menutup usahanya.
“(Jika rekeningnya tidak bisa dicairkan) Ya berhenti,” tegasnya.
Pramono menyebut tak hanya dirinya yang dirugikan dalam kasus ini, tapi juga karyawannya dan petani peternak. Pramono mengaku memilik 50 karyawan.
(ar/lb)