liputanbangsa.com – Kebijakan pelarangan terhadap beroperasinya truk-truk sumbu 3 ke atas pada setiap momen Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) harus mempertimbangkan akan terjadinya penurunan daya beli masyarakat.
Hal itu disebabkan terjadinya kelangkaan barang di pasar yang memicu kenaikan harga.
“Dalam teori ekonomi, sesuatu yang dibatasi apalagi dikurangi itu pasti akan menyebabkan kelangkaan yang otomatis akan menyebabkan kenaikan harga,” ujar Pengamat Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Ahmad Heri Firdaus, dikutip Senin (7/10/2024).
Kondisi tersebut, menurut Heri, telah dibuktikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), di mana pada setiap ada periode pembatasan angkutan barang, pada saat itu juga terjadi inflasi yang tinggi khususnya pada produk-produk makanan dan minuman.
Dia mencontohkan, pada setiap Hari Raya dan akhir tahun yang inflasinya pasti di atas rata-rata inflasi pertahun.
“Inflasi yang cukup tinggi ini akan mengakibatkan daya beli masyarakat menjadi melemah,” tuturnya, Senin (7/10/2024).
Lanjutnya, yang biasanya kalau dengan uang Rp 1 juta bisa membeli 10 unit, tapi karena harga barangnya naik, uang sebesar itu tidak cukup lagi untuk membeli 10 unit.
Mungkin cukupnya hanya membeli 9 unit saja.
“Sementara, pelaku usaha yang tadinya biasa menerima order 10 unit, sekarang tinggal 9 unit saja. Makanya, pelaku usaha juga akan menurunkan produksi barangnya,” katanya.
Selain faktor inflasi yang cukup tinggi, Heri juga mengingatkan pemerintah agar mempertimbangkan fenomena terjadinya deflasi belakangan ini sebelum menerapkan kebijakan pelarangan terhadap sumbu 3 pada saat HBKN, terutama saat Natal dan Tahun Baru (Nataru) yang akan tiba dalam waktu dekat ini.
Dia mengatakan deflasi yang sudah terjadi selama 4 bulan berturut-turut belakangan ini dan data purchasing managers index (PMI) berada di zona kontraksi menjadi indikator perlambatan ekonomi.
“Dengan turunnya PMI, itu pertanda pelaku industri kita telah mengurangi belanja bahan bakunya, dan konsumsi masyarakatnya juga sudah terlihat melemah. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi akan terganggu,” tukasnya.
Industri Pengolahan
Sementara, dia mengutarakan sektor industri pengolahan telah berkontribusi sebesar 18 persen terhadap perekonomian nasional.
“Jadi, kalau sektor ini juga diganggu dengan kebijakan yang mempersulit mereka seperti pelarangan truk sumbu 3 pada saat HBKN, bagaimana industri pengolahan mau mencoba menyumbang lebih banyak untuk PDB nasional kita,” tandasnya.
Karena, katanya, kalau musim libur lebaran dan Nataru itu biasanya menjadi momen bagi industri pengolahan untuk bisa menaikkan produksinya mengigat belanja masyarakat lebih banyak saat itu.
“Tapi, dengan melarang truk-truk sumbu 3 mereka beroperasi, barang-barang mereka juga tidak bisa didistribusikan. Akibatnya, akan terjadi kelangkaan di pasar dan harganya mahal. Akibatnya, para industri itu juga akan mengurangi produksinya dan otomatis itu juga akan mengurangi kontribusi mereka terhadap ekonomi nasional kita,” ujarnya.
Jadi, dia menyarankan agar sebelum dilakukan kebijakan pelarangan tersebut, perlu ada yang namanya Regulatory Impact Assessment (RIA). Sebab, menurutnya, melalui RIA ini, para perancang kebijakan publik dapat mengkalkulasi sejak awal berapa besar biaya yang ditanggung dan manfaatnya saat mengimplementasikannya.
Pemegang kebijakan juga dapat mengevaluasi mana kebijakan yang produktif dan kontra produktif bagi dunia usaha maupun untuk kepentingan publik.
“RIA itu dilakukan di awal. Tapi, kita kan biasanya melakukan RIA itu setelah kebijakan itu dijalankan. Jadi, kejadiannya sudah terjadi baru dievaluasi,” katanya.
Larangan Angkutan Barang Saat Hari Besar Keagamaan Bakal Dikaji Ulang
Sebelumnya, Kementerian Perhubungan, Kementerian Perdagangan, Pengamat Kebijakan Publik, pelaku industri, pakar transportasi sepakat untuk duduk bersama mengkaji kembali jenis-jenis barang apa saja yang perlu dilarang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) terkait Pelarangan Angkutan Barang Sumbu 3 pada saat libur Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN). Hal itu bertujuan agar tidak ada pihak-pihak yang dirugikan oleh keberadaan kebijakan tersebut, termasuk kerugian ekonomi nasional.
Kesepakatan ini mengemuka di acara diskusi publik yang diselenggarakan Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Institut Transportasi dan Logistik (ITL) Trisakti yang mengangkat tema Mengelola Pembatasan Angkutan Barang pada Masa Libur Panjang, Natal dan Tahun Baru di Auditorium Institut Transportasi dan Logistik Trisakti, Senin (23/9).
Rektör ITL Trisakti, Yuliantini, yang disampaikan Dekan Fakultas Sistem dan Transportasi, L. Deny Siahaan, mengatakan kebijakan pembatasan angkutan barang saat HBKN memang bertujuan untuk mengurangi kemacetan dan memperlancar arus pergerakan orang.
Lanjutnya, di sisi lain kebijakan ini juga berdampak terhadap ketersediaan produk dan barang di masyarakat, logistik industri, serta logistik komoditas penting lainnya seperti BBM, barang pangan dan barang ekspor impor menjadi terhambat yang dapat berakibat pada kenaikan harga-harga.
“Oleh sebab itu, permasalahan yang muncul setiap tahun di negara kita ini sangat penting untuk didiskusikan bagaimana mengelola pembatasan angkutan secara efektif, dan mencari solusi optimal terhadap permasalahan yang muncul, sehingga dapat mengakomodasi kepentingans semua pihak tanpa mengorbankan kelancaran logistik dan perekonomian nasional,” katanya.
Pembatasan Distribusi
Direktur Sarana Perdagangan dan Logistik Kementerian Perdagangan (Kemendag), Sri Sugy Atmanto, dalam paparannya menyampaikan pembatasan distribusi bisa menyebabkan kelangkaan barang di daerah-daerah yang dan menyebabkan terjadinya kenaikan harga.
“Intinya, kelancaran mudik bagi yang merayakan hari besar keagamaan tetap menjadi perhatian utama, tapi ketersediaan bahan pokok dan distribusinya juga tidak boleh terganggu,” ujarnya.
Karenanya, lanjutnya, Kemendag meminta agar kebijakan pelarangan angkutan logistik saat HBKN agar mempertimbangkan berbagai hal seperti waktu dan jenis barangnya serta tujuannya.
“Artinya, kebijakan tersebut tidak merugikan masyarakat, pelaku usaha serta tidak menimbulkan kenaikan harga,” ucapnya.
Dia mengatakan selain kebutuhan pokok seperti beras, gula pasir, minyak goreng, tepung terigu, kedelai, tahu tempe, daging sapi, daging ayam, telur ayam, bawang merah, bawang putih, cabai, ikan segar, susu, pupuk, ternak dan uang, air minum dalam kemasan (AMDK) juga sudah menjadi barang strategis masyarakat yang harus masuk dalam pengecualian.
“AMDK ini termasuk kebutuhan barang strategis masyarakat karena sangat dibutuhkan pada saat hari besar keagamaan,” katanya.
(ar/lb)