BPOM Temukan Jajanan Pasar Ini Berisiko Kanker, Sering Dikonsumsi Warga RI – Liputan Online Indonesia

liputanbangsa.com – Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (BPOM) menemukan banyak jajanan pasar menggunakan bahan tambahan pangan yang tidak aman untuk dikonsumsi.

Terlebih, jajanan pasar tersebut kerap kali dikonsumsi oleh masyarakat.

Plt Kepala BPOM RI Lucia Rizka Andalusia mengatakan bahan tambahan pangan yang tak aman pada makanan kerap ditemukan berupa formalin, boraks, hingga pewarna tekstil, yakni rhodamin B dan metanil yellow.

“Ini Badan POM itu secara aktif melakukan surveilans ke pasar-pasar. Untuk melihat adakah makanan-makanan yang dikonsumsi masyarakat yang mengandung bahan tambahan pangan yang tidak boleh,” kata Rizka saat ditemui di Jakarta Selatan, Kamis (4/7/2024).

Rizka menyebut salah satu jajanan pasar yang mengandung bahan berbahaya formalin adalah mi kuning.

Makanan ini kerap kali digunakan pedagang sebagai pelengkap makanan seperti bakso, hingga soto mi.

“Ini mi yang warnanya kuning dan dia awet bisa seminggu lebih dia nggak rusak, bulanan bahkan karena mengandung formalin,” ucapnya.

Selain itu, ditemukan juga bahan tambahan pangan berupa pewarna tekstil, rhodamin B dan metanil yellow pada cone es krim.

Pewarna ini tak boleh dipakai pada makanan lantaran bisa berbahaya pada kesehatan, termasuk bisa berisiko kanker.

“Rhodamin ini, cone-nya es krim yang warnanya merah ini yang mengandung rhodamin B,” kata Rizka.

“Selain itu juga ada yang pewarna yang tidak boleh itu metanil yellow,” lanjutnya lagi.

Dikutip laman BPOM RI, zat warna rhodamin B bersifat karsinogenik.

Pewarna ini biasanya digunakan sebagai zat warna untuk kertas, tekstil (sutra, wool, kapas), sabun, kayu, plastik dan kulit, sebagai reagensia di laboratorium untuk pengujian antimoni, kobal, niobium, emas, mangan, air raksa, tantalum dan tungsten, dan digunakan untuk pewarna biologik.

Rhodamin B bisa menumpuk di lemak sehingga lama-kelamaan jumlahnya akan terus bertambah.

Rhodamin B diserap lebih banyak pada saluran pencernaan dan menunjukkan ikatan protein yang kuat.

Kerusakan pada hati tikus terjadi akibat makanan yang mengandung rhodamin B dalam konsentrasi tinggi.

Paparan rhodamin B dalam waktu yang lama dapat menyebabkan gangguan fungsi hati dan kanker hati.

Sementara zat warna metanil yellow biasa digunakan pada industri tekstil, cat, kertas dan kulit binatang, indikator reaksi netralisasi (asam-basa).

Metanil yellow dapat menyebabkan mual, muntah, sakit perut, diare, panas, rasa tidak enak dan tekanan darah. Jangka panjang dapat menyebabkan kanker kandung kemih.

Meskipun bahan kimia tersebut telah dilarang penggunaannya untuk pangan, namun potensi penggunaan yang salah (misuse) hingga saat ini bukan tidak mungkin.

Terdapat berbagai faktor yang mendorong banyak pihak untuk melakukan praktek penggunaan yang salah bahan kimia terlarang untuk pangan.

“Kalau dilihat nih rhodamin tuh kayak gini nih bentuknya, ini buat pewarna tekstil sudah jelas-jelas tidak boleh untuk makanan. Tapi memang murah sekali dan gampang didapatkan,” kata Rizka.

Selain ditemukan pewarna tekstil dan formalin pada makanan, Rizka mengatakan pihaknya juga menemukan bahan berbahaya lainnya di jajanan pasar, yakni boraks.

“Bikin kerupuk pake boraks ini paling banyak. Kerupuk gendar, kerupuk seperti ini mengandung boraks,” lanjutnya lagi.

Boraks beracun terhadap semua sel. Bila tertelan senyawa ini dapat menyebabkan efek negatif pada susunan saraf pusat, ginjal dan hati.

Ginjal merupakan organ yang paling mengalami kerusakan dibandingkan dengan organ lain.

Dosis fatal untuk dewasa berkisar antara 15-20 g dan untuk anak-anak 3-6 g.

Bila tertelan, dapat menimbulkan gejala-gejala yang tertunda meliputi badan terasa tidak nyaman (malaise), mual, nyeri hebat pada perut bagian atas (epigastrik), pendarahan gastroenteritis disertai muntah darah, diare, lemah, mengantuk, demam, dan rasa sakit kepala.

“Ini yang digalakkan oleh Badan POM dengan laboratorium kelilingnya Badan POM. Badan POM punya lab keliling yang melakukan uji cepat Kandungan bahan tambahan makanan yang berbahaya,” kata Rizka.

“Karena ini pedagang kecil kita lebih pada pembinaan, sanksi sosial, artinya nanti orang nggak berani beli ke dia. Lama-lama dia akan gak punya konsumen, nggak punya pelanggan,” sambungnya lagi.

(ar/lb)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *