[ad_1]
Tidak hanya Indonesia, kini dunia sedang bersiap diri menghadapi resesi yang diramalkan berlangsung di 2023. Resesi sendiri diartikan sebagai kondisi ekonomi negara yang menurun, penurunan ini bisa terlihat dari PDB (Produk Domestik Bruto) negatif, meningkatnya pengangguran, serta pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama 2 kuartal penuh.
Sebelumnya, resesi dunia terakhir terjadi di tahun 2008, pada saat itu Amerika Serikat ditengah ambang kebangkrutan, yang memberikan pengaruh luar biasa bagi ekonomi dunia. Pertumbuhan ekonomi dunia semakin melambat pada saat itu, bahkan mencapai titik terendah senilai 2,8 % di tahun tersebut. Pelaku usaha melakukan segala cara, dalam bertahan di tengah resesi, salah satunya para fashion luxury brand. Bertahan di tengah resesi, berikut upaya yang dilakukan luxury brand dalam mengatasi resesi di tahun 2018 silam!
Manajemen Biaya
![]()
|
Terdapat perbedaan signifikan antara memotong biaya dan mengelola biaya selama resesi. Beberapa brand lebih memilih mengurangi biaya sebagai cara strategis dalam bertahan pada saat resesi, mereka akan memotong persediaan ekstra yang dimiliki, kemudian berinvestasi dalam R&D dan melakukan inovasi.
Sebagai contoh, Burberry mengambil program efisiensi biaya $50 juta pada saat itu. Biaya tersebut sudah termasuk pada distribusi hingga desain ulang produk.
Pemasaran mereka memilih melakukan dengan media digital, alih-alih pada saat itu banyak yang masih terpaku pada pemasaran tradisional. Dengan pengelolaan biaya tersebut, Burberry berhasil mengamankan kas bersih sebesar $302 juta.
Memperluas Ekspansi Pasar
![]() Luxury brand store at ION Orchard Singapore/ Foto: pinterest.com
|
Ekspansi pasar menjadi salah satu cara strategis para luxury brand dalam mempertahankan pendapatan mereka di tengah resesi. Meskipun di Amerika, pasar begitu rendah, pasar yang berkembang di Asia hadir dalam menyeimbangkan pendapatan para luxury brand tersebut.
Ambil contoh brand seperti Gucci, Yves Saint Laurent, Burberry, hingga Prada membuka toko mereka di pasar negara berkembang, yang pada akhirnya menghasilkan pendapatan yang luar biasa.
Pendapatan kian meningkat ketika antusias pasar China kian meningkat, ditambah turis China yang datang ke Eropa untuk berbelanja lebih murah.
Waktu = Peluang
![]() LV Fall/Winter Campaign in 2008/ Foto: pinterest.com
|
Resesi yang melanda, membuat sejumlah usaha memutar otak mereka kepada perkembangan bisnis usaha. Banyak pelaku usaha yang mulai mempertimbangkan dengan memotong biaya hingga pemecatan karyawan akibat pendapatan kian menurun.
Di sisi lain, brand seperti Louis Vuitton lebih memilih melihat peluang dan waktu. Cara yang mereka gunakan adalah melakukan pemasaran dengan iklan bertema perjalanan, iklan tersebut ditayangkan ketika mulai banyak wisatawan yang berkunjung ke negara barat.
Strategi tersebut terbukti berhasil, pandainya brand Louis Vuitton dalam melihat peluang menjadikan pendapatnya seimbang bahkan dapat menutup kerugian selama resesi melanda.
—
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya !
(raf/raf)
[ad_2]
liputanbangsa.com