[ad_1]
Menjelang akhir tahun berita buruk bagi beberapa karyawan perusahaan malah menghampiri, yaitu PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Sektor yang awalnya mulai melakukan PHK besar-besaran sudah dimulai dari pabrik tekstil dan garmen, bahkan ada yang gulung tikar.
Setelah itu disusul oleh beberapa perusahaan bidang E-commerce, IT, dan fintech. Sebenarnya ada apa sih? Mengapa PHK masal atau Tsunami PHK ini bisa terjadi? Berikut ulasannya yang Beautynesia rangkum dari beberapa sumber:
1. Rendahnya Permintaan Pasar dalam Industri Padat Karya
![]() Penurunan permintaan/foto: Freepik/ Starline
|
Penurunan permintaan pasar yang dialami oleh industri padat karya, seperti industri tekstil, furniture, dan alas kaki membuat jumlah ekspor pun menurun. Hal itu menyebabkan, pemasukan perusahaan menurun sementara pengeluaran tetap sama atau bisa juga malah bertambah, membuat perusahaan harus memilih mengurangi karyawannya.
Menurut dekan UI Teguh Dartanto yang dikutip dari CNBC Indonesia, bahwa efek dari anjloknya permintaan pasar global membuat perusahaan mengubah strategi bisnisnya akibat dari sistem pendanaan yang berubah juga.
2. Kenaikan Tingkat Bunga Acuan
![]() Kenaikan suku bunga/foto: Freepik/ Rawpixel.com
|
Efek dari resesi di Amerika dan beberapa belahan negara dunia membuat suku bunga acuan Bank Central pun naik. Hal ini menyebabkan suntikan dana dari investor dalam industri teknologi pun berkurang. Dampaknya mengakibatkan ekspansi bisnis yang sudah direncanakan oleh perusahaan pun berkurang.Â
Dengan dana yang terbatas dan keuntungan yang tidak banyak pun, industri teknologi baik dari start-up, unicorn hingga decacorn pun menghadapi krisis yang sama. Mereka semua harus memutar otak bagaimana untuk menjaga pemasukan mulai dari menaikkan biaya pelayanan hingga yang paling pahit memutus hubungan kerja.
3. Menjaga Cashflow Tetap Stabil
![]() Menjaga cashflow positif/ foto: Freepik/ Rawpixel.com
|
Alasan lain mengapa terjadi PHK di sektor teknologi, yaitu demi menjaga cashflow start up tetap sehat. Menurut Chandra Firmanto seorang managing partner indogen capital dalam CNBC mengatakan bahwa sebenarnya start-up sedang berusaha bangkit dari keterpurukan dan kembali ke keadaan normal sebelum terjadinya covid-19.Â
Mereka berhasil mengatasinya di tahun 2021 dan karena itulah strategi bisnis di 2022 pun memiliki target yang cukup tinggi. Sayangnya hasil yang didapatkan tidak sebagus yang dikira dan perusahaan pun memilih untuk menjaga cashflow tetap stabil dengan melakukan PHK.
[ad_2]
liputanbangsa.com