[ad_1]
Liputanbangsa.com, MAGELANG – Kasus anak tega meracuni ayah, ibu, dan kakaknya di Kampung Prajenan, Mertoyudan, Kabupaten Magelang, menjadi perhatian perhatian psikolog.
Menurut psikolog, ada beberapa faktor yang menjadi penyebab sang anak tega berbuat seperti itu. Salah satunya, penumpukan emosi kepada orang tua yang tidak bisa diungkapkan, hingga pola asuh.
“Kalau menurut pandangan psikologis, si anak ini ada penumpukan-penumpukan emosi yang cenderung negatif kepada orang tua, yang tidak terungkapkan secara adaptif kepada orang tuanya,” terang Rayinda Faizah M.Psi, dosen dan kepala Lab. Psikolog Unimma kepada wartawan koran ini, Jumat (2/12).
Muncul frustasi atau putus asa pada anak yang memicu munculnya perilaku agresif, yakni dengan membunuh. Menurutnya, perlu pemeriksaan mendalam terkait dengan kondisi kejiwaannya.
Hal ini untuk mengetahui, apakah proses sakit hati ini merupakan penumpukan dari lama, atau adanya pola asuh anak yang dari dulu salah.
“Apakah mungkin adanya kecemburuan antara si anak dengan kakaknya dari lama. Atau karena dulu anak ini masuk kategori anak sering dimanja, sehingga pada suatu waktu ada peristiwa atau hal yang kurang berkenan di hati si anak,” jelasnya.
Ia menyampaikan, sering kali anak-anak yang dimanja kurang mampu mengontrol sebuah penolakan. Sekali dia menerima penolakan, itu sering kali dia akan mengambil keputusan yang cenderung kurang adaptif atau cenderung impulsif.
“Salah satunya dengan perilaku agresif tersebut,” ucapnya.
Sehingga perlu pemeriksaan lebih mendalam. Untuk memastikan apakah motif sakit hait ini merupakan motif utama, atau ada beberapa motif lainnya.
Rayinda menjelaskan, normalnya manusia yang ingin membunuh orang lain akan kesulitan. Apalagi membunuh orang yang memiliki ikatan darah.
Sarannya, perlu pemeriksaan psikologis. Untuk memastikan adanya faktor psikologis seperti gangguan jiwa yang menyertai munculnya tindakan agresif si anak tersebut. (rfk/lis)
[ad_2]
liputanbangsa.com