liputanbangsa.com – Bea Cukai berperan penting dalam melindungi hak kekayaan intelektual (HKI) di Indonesia dengan mengawasi produk yang masuk ke pasar domestik.
Selain itu, Bea Cukai juga menegakkan hukum untuk mencegah peredaran barang palsu.
Menurut Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai Budi Prasetiyo, Bea Cukai tidak hanya mengawasi lalu lintas barang, tetapi juga melindungi HKI dari penyalahgunaan, pemalsuan, dan pelanggaran yang merugikan.
Dengan pengawasan yang tepat, Bea Cukai memastikan inovasi dan karya intelektual mendapat perlindungan sah, serta mencegah masuknya barang-barang yang melanggar HKI ke pasar Indonesia.
Merujuk pada PMK Nomor 40/2018, Bea Cukai dapat menangguhkan sementara impor atau ekspor barang yang diduga melanggar HKI, berdasarkan merek dan hak cipta yang terdaftar di sistem perekaman Bea Cukai.
Penangguhan ini dilakukan melalui mekanisme pencegahan di kawasan pabean atas perintah Pengadilan Niaga.
Budi menjelaskan bahwa perekaman atau recordation memungkinkan pemilik HKI untuk memasukkan data mereka ke dalam database kepabeanan Bea Cukai.
“Dengan mendaftar, pemilik HKI akan mendapatkan beberapa keuntungan seperti pencegahan yang efektif dan efisien sebelum barang yang melanggar HKI terdistribusi, menjaga kepercayaan konsumen terhadap produk di pasaran, hingga mempertahankan reputasi merek dari rendahnya kualitas produk palsu,” ungkap Budi dalam keterangan tertulis, Selasa (5/11/2024).
Bea Cukai secara optimal menegakkan hukum HKI di Indonesia dengan bergabung dalam Satgas HKI bersama DJKI, Bareskrim Polri, BPOM, dan Kominfo.
Mereka juga mengadakan sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran pemilik merek, bekerja sama dengan DJKI secara nasional dan dengan WCO secara internasional, serta meluncurkan program Customs Visit to Potential Recordants (CVPR).
Budi menjelaskan bahwa CVPR adalah program baru Bea Cukai sejak awal 2024 untuk mendukung peningkatan rekordasi dengan mengunjungi perusahaan-perusahaan yang berpotensi atau terindikasi mengalami pelanggaran HKI.
Program ini mencakup kunjungan ke perusahaan di sektor otomotif, kosmetik, minuman kemasan, tekstil, dan lainnya.
“Sejak 2018 hingga September 2024 statistik data rekordasi Bea Cukai terus mengalami peningkatan, hingga kini tercatat ada 54 merek terdaftar,” sambungnya.
Dalam lima tahun terakhir, Bea Cukai melakukan 17 penindakan HKI, dengan 9 kasus diteruskan ke Pengadilan Niaga.
Bea Cukai menyita 1.146.240 pulpen, 160 gulung dan 890 karton amplas, 4.617.296 pisau cukur, 72.000 kosmetik, dan 1.681 karton masker.
Budi menegaskan bahwa peredaran barang palsu dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, termasuk terhadap kesehatan, keselamatan, minat berinovasi, reputasi produk, kepercayaan untuk berinvestasi, dan potensi pembiayaan organisasi kriminal dan terorisme.
“Melihat hal ini, maka pengawasan terhadap pelanggaran HKI pun akan terus kami optimalkan, tentunya dengan menggandeng berbagai pihak terkait,” tegasnya.
Terakhir, Budi mengimbau pemilik merek dan hak cipta untuk segera mendaftarkan HKI ke sistem rekordasi Bea Cukai. Dengan demikian, Bea Cukai dapat langsung melindungi produk asli dari ancaman produk palsu di kawasan pabean.
(ar/lb)