liputanbangsa.com – Ketua Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO) Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi), Muhammad Asri Anas menyampaikan permintaan agar pemerintah menetapkan 15 Januari sebagai Hari Desa Nasional. Penyampaian permintaan tersebut dalam peringatan HUT Undang-Undang Desa ke 9 di Gelora Bung Karno (GBK).
Acara itu dihadiri ribuan kepala desa, perangkat desa, dan Badan Pengawas Desa (BPD).
“Kita ingin menetapkan 15 Januari sebagai Hari Desa Nasional. Setuju?” kata Asri kepada ribuan aparatur pemerintah desa di GBK, Minggu (19/3/2023).
“Masa ada hari bapak-bapak dan ibu-ibu, Hari Desa tidak ada,” tambahnya.
Sementara itu, Ketua Umum DPP Apdesi, Surtawijaya juga menyampaikan permintaan serupa. Merujuk prasasti di Jawa, Surta menuturkan desa sudah ada jauh sebelum Indonesia, sejak 350 Masehi dan 381 Masehi pada prasasti di Sunda.
Lebih lanjut, ia menambahkan Indonesia memiliki utang kepada desa, karena desa erap menjadi wilayah yang dimarjinalkan karena pembangunan harus dilakukan di kota.
“Tidak lagi orang berpikir, mari kita ke kota. Tidak lagi orang mengais ke kota, tetapi harus turun dan lari ke desa,” ujarnya.
10 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diminta Surta agar pemrintah mengalokasikannya untuk dana desa.
“Semua itu jawabannya adalah dana desa. Sepakat? Jadi 10 persen ke depan harga mati dana desa dari APBN,” tuturnya.
Ketua MPR, Bambang Soesatyo (Bamsoet) mendukung permintaan ribuan kepala desa tersebut. Adapun Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa disahkan pada 15 Januari.
Masa depan Indonesia dikatakan Bamsoet berada di desa. Masyarakat akan lari ke kota guna mencari pekerjaan jika desa tidak makmur.
Karena itu, kata Bamsoet, apabila di desa telah tersedia lapangan kerja, maka terdapat perputaran ekonomi. Masyarakat desa, bahkan yang telah merantau di kota pun akan kembali ke asal mereka.
“Saya mendukung keinginan para kepala desa 10 persen dari APBN untuk desa,” kata Bamsoet saat ditemui awak media di GBK, Minggu (19/3). (afifah/lbi)