liputanbangsa.com – Jessica Kumala Wongso dikenal sebagai terpidana dalam kasus pembunuhan berencana melalui kopi sianida, kini mengaku telah menerima nasibnya dengan ikhlas.
Setelah menjalani hukuman selama kurang lebih 8,5 tahun di balik jeruji besi, ia merasa lega dan siap melanjutkan hidup.
“Sudah tidak ada kebencian lagi di hati saya. Jadi sekarang saya sudah plong saja untuk menjalani dan apa yang harus saya harus jalani,” kata Jessica usai resmi bebas bersyarat dari Lapas Pondok Bambu, Jakarta pada hari ini, Minggu (18/8/2024).
Jessica mengakui bahwa pada awalnya ia merasa sangat sedih karena dituduh melakukan pembunuhan.
Namun, ia telah memaafkan semua pihak yang berbuat buruk padanya hingga ia harus mendekam di penjara.
“Pada awal itu terjadi, saya merasakan sangat sedih sekali ya. Tapi berjalannya waktu dan sekarang ini saya sudah maafkan semua yang telah melakukan hal-hal buruk kepada saya,” kata dia.
“Jadi saya sudah maafkan semuanya dan saya tidak ada dendam sama sekali. Tidak ada kebencian di dalam diri saya sama sekali,” sambung Jessica.
Di sisi lain, Jessica berharap bisa kembali menjalani kehidupannya seperti dulu, meskipun ia belum memiliki rencana jelas tentang apa yang akan dilakukannya setelah bebas.
“Saya rasa ini akan berjalan dengan sendirinya ya. Tapi karena kaya tadi saya bilang saya sudah tidak mempunyai kebencian atau negatif dalam hati saya. Jadi mungkin niat dan pandangan saya di masa depan itu ya saya maunya yang terjadi adalah hal yang positif,” ujarnya.
Di Bawah Pengawasan Bapas
Jessica Wongso berstatus sebagai klien dari Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas IA Jakarta Timur – Utara sampai 27 Maret 2032, setelah mendapatkan total remisi 58 bulan 30 hari dari vonis 20 tahun.
“Karena dia di bawah bimbingan langsung oleh Bapas, dia sekarang jadi klien sampai 27 Maret 2032.
Nah itu dia berkomunikasi dan berinteraksi di bawah bimbingan Bapas,” ujar Kakanwil Kemenkumham DKI Jakarta, R. Andika Dwi Prasetya kepada wartawan, Minggu (18/8/2024).
Selama menjadi klien di bawah bimbingan Bapas, lanjut Andika, Jessica harus mematuhi segala aturan yang berlaku.
Tidak hanya wajib lapor, namun Jessica juga tidak boleh sampai terlibat pelanggaran hukum.
“Yang pertama ya tidak mematuhi semua program dan ketentuan yang dibuat oleh bapas. Yang terutama lagi bahwa dia nggak boleh melanggar hukum,” kata Andika.
Sementara untuk berpergian dalam kota maupun luar negeri, Andika menegaskan hal itu hanya bisa dilakukan atas seizin dari Bapas Kelas IA Jakarta Timur – Utara selaku penanggung jawab.
“Untuk kepentingan tertentu boleh, atas izin menteri hukum dan HAM. Yang diajukannya ke Bapas, nanti Bapas yang meneruskan ke menteri hukum dan HAM,” kata Andika.
Dipantau
Andika menjelaskan semua aktivitas klien Bapas harus terus dipantau. Termasuk, tatkala hendak pergi ke luar negeri, dengan alasan berobat hal itu bisa saja diberikan sebagai hak asasi manusia (HAM).
“Misalnya dalam keadaan darurat harus berobat (ke luar negeri). Nanti saat pemberian izin tuh, ada hal-hal yang menjadi catatan dari izin tersebut,” kata dia.
“Apa-apa nanti berkembang saat pemberian izin. Apakah dengan pendampingan, atau istilah pengawalan, itu nanti izin itu disesuaikan dengan kondisi dan situasi,” tambah Andika.
Â
(ar/lb)