liputanbangsa.com – Brunei Darussalam memberikan jawaban atas keputusan Amerika Serikat memasukkan negara kerajaan itu ke dalam blacklist atau daftar hitam.
AS sebelumnya memasukkan Brunei ke dalam daftar hitam kasus perdagangan manusia (human trafficking) pada 2022.
Komite Nasional Perdagangan Orang (NCTIP) Brunei Darussalam menyatakan sangat kecewa dengan keputusan AS tersebut.
Mengutip dari Borneo Bulletin, NCTIP menyatakan bahwa upaya Brunei untuk menurunkan kasus perdagangan manusia, tidak dijadikan pertimbangan yang adil oleh AS.
Sebaliknya, AS menurunkan status Brunei dari tingkat 2 ke tingkat 3 terkait kepatuhan dalam memerangi perdagangan manusia.
Otoritas itu kemudian menilai AS melakukan identifikasi dengan jumlah fakta yang tidak akurat dan keliru dalam menafsirkan sehingga berpengaruh jelek dalam laporan mereka.
Kategori Tingkat 1 merupakan level tertinggi dari suatu negara yang memenuhi standar minimum dalam memerangi perdagangan manusia.
Sementara negara dalam Tier 2 merupakan negara-negara yang melakukan upaya signifikan untuk memenuhi standar tersebut.
Brunei sempat masuk dalam kategori Daftar Pengawasan Tingkat 2 selama tiga tahun berturut-turut hingga 2021.
Negara itu kemudian dimasukkan AS ke dalam Tingkat 3 terkait perang terhadap perdagangan manusia. Total ada lima negara di Asia Tenggara yang diturunkan dari Tingkat 2 ke Tingkat 3.
Dalam laporan tahunan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) AS, Brunei masuk ke dalam daftar hitam Tingkat 3 karena tak mengambil langkah signifikan terhadap kasus perdagangan manusia.
Kemlu AS juga menilai Brunei tak menghukum pelaku perdagangan manusia selama tujuh tahun berturut.
Pemerintah negara di Asia Tenggara ini justru mengadili dan mendeportasi sejumlah korban yang memerlukan bantuan terkait kasus ini.
“Brunei mempublikasikan upaya untuk menangkap para pekerja yang melarikan diri, dan mencambuk beberapa dari mereka yang tertangkap,” demikian keterangan Kemlu AS.
(ar/lb)