MAGELANG, liputanbangsa.com – Pemetaan potensi desa khususnya mengenai pengembangan perekonomian sudah sepatutnya mulai dilakukan. Dengan pemetaan tersebut, pemerintah bisa mengetahui desa mana yang perlu didorong maupun dibantu.
Hal tersebut diungkapkan Moh Budiyono selaku anggota Komisi C DPRD Jateng saat menjadi narasumber dalam Dialog Parlemen “Membedah Pengembangan Ekonomi Desa” yang disiarkan Radio CBS Magelang, Selasa (19/11/2024).
Memiliki 8.563 desa, kata dia, tidak semua memiliki keunggulan alam maupun manusia. Oleh karena itu perlu ada berbagai macam kebijakan yang diambil , serta tidak memandang semua persoalan desa adalah sama.
“PR kita itu adalah bagaimana desa bisa dikembangkan. Bagi yang memiliki kekayaan alam ditambah SDM yang baik tinggal didorong sudah jadi. Seperti pembentukan Bumdes, semestinya keberadaan unit usaha itu bisa memberdayakan dan memajukan masyarakat, ternyata tidak semuanya. Ini perlu kita pikirkan lagi,” ucapnya.
Belum lagi pada RPJMD, Jateng tetap dijadikan lumbung pangan nasional. Masalah tersebut jadi tantangan bersama di saat kesejahteraan petani mulai dipertanyakan. Masalah beras, sawah, tidak bisa dipikirkan secara sendiri-sendiri.
Sudaryanto dari tokoh masyarakat Magelang mengakui pengembangan desa butuh kemauan keras. Dijelaskannya banyak potensi yang butuh sentuhan dan dukungan untuk pengembangan potensi desa di Magelang. Bahkan butuh pemasaran, bimbingan, sentuhan sehingga dapat meningkatkan perekonomian di pedesaan.
“Saat ini adalah saat kembalinya ibu kota ke ibunya. Artinya pusat perekonomian kembali ke desa”
Sektor di Magelang yang memiliki potensi besar dapat mendongkrak perekonomian desa, potensi pariwisata dan pertanian. Magelang adalah daerah yang subur untuk pengembangan pertanian baik organik dan nonorganik. Penghasil beras organik terbesar di Indonesia adalah Magelang
“Masalah harga pokok sehingga petani tidak bisa ekonominya tumbuh. Sehingga kehadiran pemerintah harus memberi subsidi hasil panen sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Lebih menarik lagi kalau kalangan milenial mau bercocok tanam,” lanjut dia.
Pengelola Gabungan Petani Organik (Gupon) Sekarlangit Miftahul Fuad menjelaskan, di Kecamatan Gerabak merupakan penghasil beras organic. Namun sayang pengembangan maupun tindak lanjut ke depan tidak ada.
“Sekarang ini petani dilema. Mau mempertahankan sawahnya, luasannya tidak seberapa, hasil tidak cukup. Panen dibeli dengan harga murah. Kalau panen mau dijual kepada siapa? Maka 4 rukun tani yakni sawah, air, petani, saprodi (sarana produiksi) sudah harus ada,” jelasnya.
Seperti dalam mengelola Gupon Sekarlangit, petanian bisa berkualitas, kuantitas, kontinuitas, konsistensi harus tertulis berupa SOP yang harus dijalankan. Jika tidak bisa berjalan.
Bagi Budiyono yang dilakukan sekarang ini adalah petani butuh kreatif, jika hanya mengandalkan tradisional susah. Pemerintah mendorong ke desa dengan pengembangan SDM sehingga apa yang dilakukan menjadi professional. Membutuhkan pemetaan yang betul di Jawa Tengah sehingga Jawa Tengah bisa menjadi lumbung pangan. (Adv-Anf)