BOYOLALI, liputanbangsa.com – Sejumlah daerah sepakat pentingnya untuk mengoptimalkan system pertanian organik untuk semua lahan pertanian.
Hadirnya Raperda Sistem Pertanian nanti diharapkan menjadi aturan hukum supaya pemerintah dan petani benar-benar menjadikan organik sebagai sarana pemulihan lahan pertanian.
Hal tersebut mengemuka dalam Seminar Uji Publik Raperda Sistem Pertanian di Boyolali, Senin (22/7/2024).
“Raperda ini nanti bila disahkan menjadi peraturan yang benar-benar bisa mengembalikan lahan kita untuk tidak lagi tergantung pada pupuk kimia,” ucap Ir Joko dari Dinas Pertanian Boyolali.
Sebagai orang yang berkecimpung pada dunia pertanian, dikemukakannya selama ini sistem pertanian tidak dipikirkan mengenai penyehatan kembali fungsi tanah.
Dengan membaca isi rancangan dokumen ini, pihaknya sepakat.
Wakil Ketua Komisi B Sri Marnyuni menjelaskan, perlunya penguatan sistem pertanian organik karena melihat hasil kajian Badan Riset Nasional (BRIN), keberadaan lahan pertanian di Indonesia yang mengandung bahan organik kurang dari 2 persen.
Oleh karena itulah tujuan ditetapkannya peraturan ini nanti yakni mengatur pengawasan dan menjamin penyelenggaraan sistem pertanian.
Memberikan penjaminan dan perlindungan kepada petani organic dan masyarakat pengguna produk organik. Membangun sistem produksi pertanian organik yang kredibel dan mampu telusur.
“Meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk pertanian organik. Ini kuncinya,” ucap dia.
Bahkan untuk system pertanian organic, sebagaimana diatur pada Pasal 8 meliputi perencanaan, budi daya, pengolahan, sertifikasi dan pelabelan.
Bahkan, lanjut Sri Marnyuni sebagaimana pada Pasal 63 adanya insentif dan disinsentif.
Pemerintah memiliki peranan sentral dalam pemberian tambahan penghasilan terutama bagi petani/ kelompok tani/ gabungan kelompok tani yang melaksanakan system pertanian.
“Insentif bisa berupa bantuan sarana dan prasarana produksi, subsidi, bantuan sertifikasi maupun asuransi produk,” kata dia.
Sementara Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jateng Supriyanto menyebutkan ada sejumlah tantangan dan permasalahan pada pertanian.
Disebutkan, pertama ketersediaan produksi pangan belum merata.
Selanjuytnya sebaran provitas belum merata di kabupaten/kota. Untuk padi 55,325 kw per hektare.
Selanjutnya ketersediaan lahan, SDM petani, fluktuasi harga komoditas.
“Untuk jumlah petani, patut kita pikirkan. Ada penurunan terutama usia produktif (di bawah 45 tahun). Sedangkan petani di atas 55 tahun meningkat,” ucapnya.
Ketua Komisi B Sarno mengungkapkan raperda ini nanti ditargetkan bisa disahkan sebelum Agustus untuk kemudian diajukan ke Kemendagri untuk mendapatkan pengesahan hukum.
“Melalui uji publik ini, masukan dari peserta akan segera kami tindak lanjuti. Secara keseluruhan peserta sepakat mengenai perlu peraturan pertanian, termasuk mempertahankan lahan dan menjaga jumlah petani. Kehadiran pemerintah dengan insentifnya dapat membantu sistem pertanian di Jateng,” ucap dia.
(ar/lb)