SEMARANG, liputanbangsa.com – Sidang proposal disertasi kandidat doktor Ilmu Hukum Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, M. Saleh, ST, MEnergi, berlangsung pada Sabtu (23/11).
Dalam kesempatan tersebut, Saleh mengusulkan gagasan rekonstruksi regulasi Proyek Strategis Nasional (PSN) agar berlandaskan pada prinsip keadilan ekologis.
“Hal ini mendesak dilakukan untuk memastikan PSN tidak hanya menjadi instrumen pembangunan, tetapi juga menciptakan kesejahteraan sosial yang berkeadilan bagi masyarakat dan lingkungan,” ungkap M. Saleh.
Dalam paparannya, Saleh menyoroti dampak negatif dari pembangunan infrastruktur skala besar, seperti bendungan, jalan tol, dan kawasan industri.
Proyek-proyek tersebut sering kali menyebabkan kehilangan lahan, migrasi paksa penduduk, kerusakan lingkungan, serta ancaman terhadap keanekaragaman hayati.
“Selain itu, penambangan material untuk konstruksi sering memicu deforestasi dan mengganggu stabilitas ekologi,” tambahnya.
Dukungan Panel dan Landasan Teoretis
Sidang ini dipimpin oleh Prof. Dr. H. Gunarto, S.H., S.E., Akt., M.Hum., sebagai promotor, dengan dukungan co-promotor Dr. H. Jawade Hafidz, S.H., M.H. Tim penguji terdiri dari para pakar hukum, seperti Prof. Dr. Hj. Anis Mashdurohatun, S.H., M.Hum., dan Dr. Bambang Tri Bawono, S.H., M.H.
Saleh menggunakan teori keadilan Pancasila sebagai landasan utama disertasinya.
“Pendekatan keadilan Pancasila memberikan kerangka untuk memastikan bahwa regulasi PSN tidak hanya berorientasi pada keuntungan ekonomi, tetapi juga melibatkan perlindungan lingkungan dan hak masyarakat,” jelasnya.
Ia juga menerapkan teori hukum progresif, menekankan bahwa hukum harus menjadi alat dinamis yang fleksibel untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus berkembang.
“Hukum harus menjadi dokumen hidup yang selalu mencari makna keadilan dalam konteks masyarakat yang dinamis dan kompleks,” ujarnya.
Menjawab Ketidakadilan Ekologis
Saleh menekankan pentingnya rekonstruksi regulasi PSN untuk mengatasi ketidakadilan ekologis.
Menurutnya, pembangunan infrastruktur sering kali mengabaikan aspek ekologis yang berdampak jangka panjang, seperti penurunan kualitas air dan hilangnya keanekaragaman hayati.
“Ketika masyarakat terdampak tidak hanya kehilangan tempat tinggal tetapi juga sumber mata pencaharian, maka tujuan pembangunan sebagai alat untuk mencapai kesejahteraan sosial tidak tercapai,” tegasnya.
Ia mengusulkan agar regulasi PSN diintegrasikan dengan prinsip keadilan ekologis untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan pembangunan dan keberlanjutan lingkungan.
“Regulasi harus mampu mengakomodasi kebutuhan pembangunan dengan tetap menjaga keseimbangan ekologis. Pendekatan ini tidak hanya memastikan keberlanjutan lingkungan, tetapi juga melindungi hak-hak masyarakat terdampak,” paparnya.
Komitmen untuk Generasi Mendatang
Saleh menyerukan agar pemerintah lebih memperhatikan aspirasi masyarakat terdampak proyek strategis.
Ia berharap rekonstruksi regulasi PSN dapat memperbaiki kelemahan kebijakan yang ada, sehingga pembangunan dapat berjalan tanpa mengorbankan lingkungan.
“Rekonstruksi ini bukan hanya tentang mematuhi aturan hukum, tetapi juga soal komitmen moral untuk menjaga keseimbangan antara pembangunan, manusia, dan alam. Inilah bentuk tanggung jawab kita kepada generasi mendatang,” pungkasnya.
(ar/lb)