liputanbangsa.com – Salah satu masalah kesehatan yang dialami anak Indonesia adalah alergi susu sapi atau ASS.
Setidaknya masalah alergi susu sapi menjadi salah satu penyebab anak tidak tumbuh optimal jika tidak ditangani sejak dini.
Berdasarkan data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), prevalensi anak alergi susu sapi di Indonesia berkisar antara 2 persen hingga 7,5 persen.
Dengan jumlah tersebut, angka balita yang ASS sekitar 21 juta jiwa.
Dari angka ini menunjukkan sekitar 420.000 hingga 1,575 juta anak Indonesia berpotensi menghadapi alergi susu sapi.
Untuk itu, perlu deteksi dan penanganan tepat jika seorang anak dicurigai alergi susu sapi. Lantas, bagaimana caranya mengenali gejala alergi susu sapi pada anak?
Diungkapkan Dokter Spesialis Alergi dan Imunologi Anak, Prof. Dr. Budi Setiabudiawan, dr.Sp.A(K), M.Kes, alergi susu sapi itu terjadi karena sistem kekebalan tubuh yang tidak normal, di mana berlebihan dalam mengenali protein susu sapi.
Jika alergi ini tidak terdeteksi lalu terlambat diatasi maka bisa mengganggu tumbuh kembang anak.
Gejala yang muncul ketika anak dicurigai alergi susu sapi antara lain bisa menyerang organ pencernaan seperti diare, konstipasi, dan darah dalam tinja.
Lalu ada pula gejala seperti muntah, ruam, bengkak bibir dan kelopak mata. Bahkan beberapa balita juga menunjukkan kolik.
Para pembicara dalam acara puncak Gerakan 1000 Cerita bunda Anak Juara Morinaga.
Namun, Prof Budi menggarisbawahi, alergi susu sapi hanya bisa mengenai anak yang punya bakat alergi.
Misalnya, ungkap Prof. Budi, si anak sudah memiliki gejala-gejala yan disebutkan, lalu secara genetik dari ayah dan ibu ternyata memiliki alergi maka bisa jadi si anak memang alergi susu sapi.
“Jadi untuk mengetahui resiko tidak alergi berdasarkan riwayat alergi dalam keluarga. Penting untuk konsultasi ke ahli jika memang mencurigai anak alergi susu sapi,” ujar Prof. Budi dalam acara puncak Gerakan 1000 Cerita bunda Anak Juara Morinaga, baru-baru ini.
Lalu, anak dengan alergi susu sapi (ASS) membutuhkan nutrisi yang sesuai dengan kondisi mereka, seperti formula berbasis soya, yang menjadi nutrisi alternatif.
Anak dengan ASS yang cocok dengan formula soya, dapat terhindar dari gejala-gejala alergi akibat ASS sehingga anak tetap dapat memiliki tumbuh kembang yang optimal.
Dalam kesempatan yang sama, Psikolog Klinis Anak dan Keluarga, Irma Gustiana Andriani, mengungkapkan, alergi pada anak tidak hanya mempengaruhi kesehatan fisik tetapi juga kondisi psikologis mereka.
Anak dengan alergi cenderung lebih rentan mengalami kecemasan, kesulitan konsentrasi, dan gangguan sosial, seperti isolasi dan bullying, terutama di usia sekolah.
Faktor ini juga dipengaruhi oleh kecemasan orang tua yang sering kali lebih besar daripada dampak alergi itu sendiri, sehingga membentuk aksi-reaksi terhadap anak.
“Untuk mengatasi hal ini, kami menyarankan orang tua agar tetap tenang saat anak mengalami reaksi alergi dan menciptakan lingkungan yang aman secara emosional. Konsultasi dengan dokter ahli juga penting untuk memahami penyebab alergi dan memberikan stimulasi yang sesuai dengan tahapan tumbuh kembang anak agar mereka dapat tetap tumbuh optimal meskipun menghadapi alergi,” ungkap Irma.
Berkaitan dengan anak dengan ASS ini, Morinaga Soya mempersembahkan gerakan 1.000 Cerita Bunda untuk Anak Juara yang mengajak para bunda di seluruh Indonesia berbagi pengalaman dalam menghadapi tantangan anak dengan Alergi Susu Sapi (ASS).
Gerakan ini berhasil mencetak rekor dari Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) dengan mengumpulkan lebih dari 1.000 kisah inspiratif dari para bunda.
Dewi Angraeni, Business Unit Head Morinaga IFFO and Specialties Kalbe Nutritionals menyampaikan, gerakan ini menjadi bentuk komitmen Morinaga Soya dalam mendukung tumbuh kembang optimal anak-anak dengan kebutuhan khusus.
Dengan adanya penghargaan MURI, kami merayakan kisah inspiratif para Bunda sekaligus memperkuat posisi Morinaga Soya sebagai merek yang peduli terhadap kebutuhan nutrisi anak sehingga mereka bisa terus menjadi Anak Juara.
Menurut Dewi, dukungan tumbuh kembang optimal bagi anak didasarkan pada tiga pilar utama, yaitu Potensi, untuk meningkatkan rasa percaya diri dan prestasi anak; Atensi, melalui perhatian emosional yang konsisten agar anak merasa didukung, dan Nutrisi, dengan menyediakan asupan gizi seimbang sebagai pondasi bagi pertumbuhan fisik dan perkembangan otak.
(ar/lb)